Jakarta, Aktual.com- Imam Mujtahid Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari adalah seorang hujjah, ahli tafsir, ahli hadits, ahli fiqih, ahli ilmu ushul, beberapa keilmuan islam lainnya, memiliki banyak sekali karya ilmiah dan merupakan salah seorang imam dalam hal ilmu, agama, dan hafalan.
Beliau lahir di kota Amula (Salah satu wilayah di Thabaristan) pada tahun 224 H. Beliau telah hafal al-Quran ketika berusia 7 tahun. Beliau telah menulis hadits sejak usia 9 tahun, ia melakukan perjalanan mengembara dalam mencari ilmu ketika telah mencapai usia baligh yaitu sekitar usia 12 tahun yakni pada tahun 236 H, saat ayahanda beliau memberi izin untuk mengembara. Beliau masuk ke kota Baghdad sesudah wafatnya Imam Ahmad bin Hanbal pada tahun 241 H.
Ia telah menjelajahi negeri Khurasan, Irak, Syam, dan Mesir. Kemudian ia menetap di Baghdad dan tinggal disana hingga beliau wafat.
Ada sebuah kisah menarik tentang di beliau yaitu ketika beliau hendak mengarang sebuah kitab yang didiktekkan kepada murid-muridnya. Beliau bertanya kepada murid-muridnya,
“Apakah kalian bersemangat untuk menulis tafsir Al-Quran?” tanya beliau.
“Berapa jumlah halamannya?” ketika ditanya balik oleh muridnya.
“30.000 halaman,” Jawab Imam Thabari.
“Wah, umur akan habis sebelum rampung menulisnya,” ujar murid Imam Thabari.
Akhirnya beliau meringkas kitab tersebut hanya sekitar 3.000 halaman saja dan mendiktekannya selama 7 tahun, dimulai sejak tahun 283 H hingga tahun 290 H. Pantas saja murid-murid beliau mengucapkan hal tersebut. Karena, 3.000 halaman saja bisa didiktekkan selama 7 tahun. Kitab tafsir tersebut bisa kita rasakan manfaatnya sampai sekarang.
Belum hanya sampai disitu, beliau bertanya lagi kepada para muridnya,
“Apakah kalian bersemangat menulis sejarah dunia sejak Adam hingga zaman kita hari ini?” tanya beliau.
“Berapa jumlah halamannya?” tanya muridnya.
“30.000 halaman,” jawab Imam Thabari.
“Inna lillahi. Sungguh cita-cita besar itu telah mati,”
Maka, beliau pun meringkas kitab tersebut seperti yang dilakukannya pada kitab tafsir. Beliau selesai menyusun dan menelitinya kembali tiga hari menjelang akhir bulan Rabi’ul Awal pada akhir tahun 303 H. dan Beliau selesai mendiktekannya pada akhir tahun 302 H.
Diriwayatkan dari Al-Mu’afa bin Zakaria meriwayatkan dari beberapa orang yang terpercaya yakni saat berada dihadapan Imam Thabari, sesaat sebelum beliau wafat, di mana beliau wafat satu atau setengah jam setelahnya. Saat itu disebutkan kepada beliau salah satu doa dari Ja’far bin Muhammad. Beliau pun meminta tinta dan lembaran agar bisa menulis doa tersebut. Dikatakan kepadanya,
“Dalam kondisi seperti ini?”
“Hendaknya manusia tidak membiarkan sedetik waktunya untuk mencari ilmu, hingga ia meninggal,” ujar beliau.
Beliau meninggal pada akhir bulan Syawal tahun 310 H dalam usia 86 tahun. Imam Ath-Thobari salah satu ulama yang memilih tidak menikah dan tidak memiliki keturunan demi menjelajahi samudra keilmuan, ia hanya mewariskan ilmu-ilmu dan karya yang sangat banyak dan tidak pernah dilupakan bahkan dihapus dari goresan wajah beliau.
(Rizky Zulkarnain)
Wallahu a’lam
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra