Puasa 10 Muharram ini dikerjakan oleh kaum Yahudi Madinah dan Rasul SAW menegaskan bahwa Umat Islam lebih berhak berpuasa 10 Muharram dari pada kaum Yahudi karena hubungan keagamaan memiliki kaitan yang lebih erat dibandingkan dengan hubungan kesukuan.
Untuk membedakannya, Rasul SAW kemudian mensyariatkan puasa sunah tanggal 9 dan 10 Muharram, selain untuk membedakan dengan puasa kaum Yahudi, juga ungkapan simbolik kemenangan kebenaran atas kebatilan.
Ibunda Nabi Isa AS juga melakukan puasa yang berbeda dengan para pendahulunya, yaitu dengan tidak berbicara kepada siapa pun. Allah SWT berfirman, “Maka jika kamu melihat seorang manusia, katakanlah: Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Mahapemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini,” (QS. Maryam: 26).
Keempat riwayat di atas merupakan sejarah puasa agama samawi (langit) yang menjadi rujukan disyariatkannya puasa dalam Islam.
Adapun puasa bagi agama ardhi (agama yang dianggap buatan manusia), kendati sama sekali bukan rujukan, namun mereka juga telah melakukan puasa dengan model yang berbeda-beda.
Artikel ini ditulis oleh: