“Mereka memungut uang Rp50 per kilogram sawit. Sementara satu-satunya jalan dikuasai oleh IG dan kelompoknya,” kata salah seorang warga, Gusar Sitanggang.

Meski ukuran retribusi terkesan kecil, namun Gusar mengatakan bahwa kelompok IG dalam satu hari bisa memperoleh uang belasan juta rupiah. Itu bersumber dari hasil panen sawit dari Dusun Toro Jaya yang mencapai 250 ton setiap hari.

Sementara itu, satu-satunya akses keluar masuk menuju Dusun Toro Jaya dikuasai oleh kelompok IG dengan membangun ampang-ampang dan rumah yang disebut sebagai markas. Selain pungutan, Gusar yang merasa gusar dengan praktik premanisme juga mengatakan kelompok IG tercatat beberapa kali berusaha mencaplok lahan masyarakat Dusun Toro Jaya.

Salah satu korbannya adalah seorang janda bernama Sumarni. Perempuan berusia 73 tahun itu mengaku menjadi korban keganasan kelompok IG sekitar empat bulan lalu. Lahan sawit miliknya seluas 20 hektare diambil paksa oleh anggota kelompok IG, sementara rumahnya dibakar.

Kepala Polres Pelalawan, AKBP Kaswandi mengatakan pihaknya tengah menyelidiki tindakan premanisme diduga dilakukan sekelompok orang yang dipimpin seorang pria berinisial IG alias Iwan Tapung.

Sejauh ini, Kaswandi menyebut telah menangkap tiga anggota dari kelompok IG. Ketiganya ditahan di Mapolres Pelalawan. Kapolsek Ukui, AKP Amri menambahkan saat ini situasi jauh lebih kondusif dibanding awal pekan lalu.

Pemerintah Melakukan Dialog Sementara itu, meski belum pasti apakah keterbukaan masyarakat Dusun Toro Jaya akan berlangsung seterusnya, namun tentunya kesempatan ini seharusnya dapat dimanfaatkan lebih baik oleh pemerintah. Terutama membuka diskusi dan mencari solusi terkait keberadaan ribuan warga perkampungan yang mendiami kawasan Taman Nasional itu.

Selama ini, tindakan pemerintah yang belum jelas arah dan konsepnya membuat permasalahan perkampungan di TNTN semakin akut. Cepat atau lambat, tindakan dan langkah konkrit pemerintah harus segera dilakukan.

Tesso Nilo merupakan kawasan hutan lindung melalui dua kali penetapan perubahan fungsi Hutan Produksi Terbatas seluas 83.000 hektare lebih oleh Kementerian Kehutanan.

Penetapan pertama berdasarkan SK Menteri Kehutanan pada 2004 seluas 38.576 hektare. Tahap berikutnya pada 2009 seluas 44.492 hektare. Sebagian besar kawasan TNTN berada di Kabupaten Pelalawan dan sebagian kecil di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau.

Meski telah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung, Tesso Nilo seolah terabaikan. Kawasan hutan itu menjadi ajang “bancakan” bagi mafia lahan dan para perambah. Sedikit demi sedikit kawasan hutan disulap menjadi perkebunan sawit dan pemukiman.

Data terakhir 2017, kawasan hutan yang tersisa di Tesso Nilo hanya berkisar antara 19.000 hingga 20.000 hektare. Sementara sisanya telah disulap menjadi perkebunan sawit dan santapan mafia. Jika tidak ada konsep yang cepat, tepat dan segera, maka bukan sebuah kemustahilan hutan Tesso Nilo hanya tinggal nama. Begitu juga dengan sungainya Tesso dan Nilo yang masyhur, sumber rezeki bagi sebagian warga Pelalawan.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby