Pembelajaran
Keberadaan koperasi bermasalah tentu tidak dapat begitu saja dijadikan justifikasi untuk pihak eksternal lakukan aksi polisional di luar otoritas lembaga koperasi sendiri. Koperasi dapat berjalan dengan baik dan dapat diandalkan karena nilai dan prinsipnya justru direkognisi dalam regulasi, diberikan distingsi serta perlindungan yang di dalamnya menyangkut prinsip otonomi dan mekanisme kerja demokrasinya.
Kita dapat belajar dari pengalaman kecil dari praktek Koperasi Kredit (Credit Union) di Indonesia. Saat krisis tahun 1997, ternyata suku bunga bank umum komersial yang puncaknya pernah mencapai 62 persen tidak menggoyahkan anggotanya untuk melakukan aksi rush dan memindahkan uang mereka ke bank komersial. Bahkan secara statistik, volume kekayaan dan juga pertambahan anggotanya mengalami lompatan yang cukup signifikan (www.cucoindo.org).
Belajar dari praktek terbaik lembaga keuangan koperasi yang beroperasi di negara lain dan tanah air, pemerintah hanya akan diperkenankan untuk mengendalikan melalui jaringan supervisi federasinya atau sekunder koperasi mereka, yang didirikan oleh jaringan koperasi sendiri. Inilah makna dari otonomi tersebut dan untuk seluruh resiko dan keputusan tersebut ditentukan oleh koperasi sendiri.
Kemudian ketika aktifitas supervisi ditarik kedalam sistem pengawasan umum perbankan, itu hanya berlaku jika koperasi bersepakat secara sengaja mendirikan bank untuk tujuan sebagai pengatur pintu likuiditas ke bank sentral dan juga mencari sumber pendanaan di pasar modal. Hal mana yang telah ditetapkan peraturan eksepsi yang intinya tetap menghormati prinsip prinsip otonomi dan demokrasi koperasi.
KSP tidak hanya perlu pengawasan ketat, namun juga kuat dalam menegakkan prinsip prinsip koperasi. Koperasi butuh lembaga pengawasan yang berwibawa dan namun tidak mengikuti apa yang diterapkan rezim OJK, melainkan oleh lembaga pengawasan tersendiri.
Perlakuan diskriminatif terhadap koperasi yang juga merupakan badan hukum ficta persona yang diakui negara tersebut, jelas akan bertentangan dengan pasal 28 D UUD 1945. Kooptasi dan intervensi terhadap otonomi dan demokrasi koperasi itu jelas bertentangan dengan konstitusi kita yang menganut ssitem demokrasi ekonomi.
Isi dari draft RUU tersebut, secara keseluruhan dapat dikatakan banyak yang tidak relevan dengan persoalan fundamental yang sedang dihadapi koperasi di tanah air dan juga bagi pembangunan koperasi secara keberlanjutan. Banyak pasal-pasal yang secara substansial justru melemahkan koperasi secara struktural. Selain hal penting lainnya, soal proses RUU PPSK yang ternyata tidak melibatkan pelaku koperasi.
Artikel ini ditulis oleh:
Megel Jekson