Jelang panen raya Kementerian Perdagangan dipastikan akan melakukan impor beras khusus sebanyak 500 ribu ton. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Institute of Development Economic and Finance (INDEF) menyebut, tak bisa dipungkiri komoditas pangan dan energi merupakan penentu utama stabilitas perekonomian Indonesia.

Namun sayangnya, pengelolaan pemenuhan dan stabilitas harga pangan dan energi masih dilakukan secara ad hoc belum menyelesaikan pokok persoalan yang ada.

Justru yang ada tingkat kecanduan impor Indonesia terhadap komoditas pokok tersebut kian mengkhawatirkan.

“Akibatnya perekonomian sangat rentan dengan dinamika perekonomian global, serta produktivitas nasional tidak pernah maksimal karena potensi ekonomi domestik tidak dikelola dengan baik,” tandas Direktur INDEF, Enny Sri Hartati di Jakarta, Kamis (25/1).

Padahal saat ini, kata dia, pemenuhan konsumsi BBM dan pangan dari impor terus meningkat, impor beras pun dilakukan demi stabilisasi harga, padahal sebentar lagi petani panen.

“Jika harga pangan terus mengalami gejolak, maka upaya pemulihan daya beli masyarakat akan terhambat. Artinya target pertumbuhan ekonomi 5,4 persen di 2018 akan sulit dicapa,” kata dia.

Untuk itu, terkait lonjakan harga beras dan selalu mengantisipasinya dejgan kebijakan impor ini, menurut dia, seharuanya pemerintah jangan lagi mengklaim surplus beras sebelum melakukan pendataan produksi beras secara faktual dan sistematis.

Selain itu, kata dia, perlu menggelontorkan beras secara bertahap dengan tujuan stabilkan harga, lalu dihentikan ketika masa panen tiba, sehingga tidak kurangi pendapatan petani Indonesia.

“Bukan semuanya dengan impor beras. Apalagi saat ini sudah mulai panen raya. Pemerintah sudah kecanduan impor,” kata dia.

Untuk itu, kata dia, pemerintah sendiri harus menjamin ketersediaan dan stabilitas harga pangan pokok (beras) serta respon cepat pada daerah yang kekurangan.

Reporter: Busthomi

Artikel ini ditulis oleh:

Eka