Jakarta, Aktual.com – Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengajak perusahaan asing dari Denmark dan Norwegia untuk bekerja sama mengembangkan infrastruktur transportasi laut di Indonesia.
Untuk mendukung hal tersebut, Menhub di Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan keputusan guna membuat sebuah tim pembiayaan untuk investasi transportasi.
“Denmark dan Norwegia mempunyai perusahaan-perusahaan yang merajai pelayaran dunia. Karena itu, kami mengajak mereka untuk untuk membangun Selat Malaka dan di bidang navigasi pelayaran,” katanya, Senin (28/11).
Kementerian Perhubungan akan meminta satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari Indonesia bekerja sama dengan Denmark dan Norwegia untuk mengelola Selat Malaka.
Dengan demikian, lanjutnya, pelayaran di Selat Malaka dapat berjalan dengan baik untuk mempertahankan kedaulatan dan memelihara keselamatan dan keamanan pelayaran serta kelestarian lingkungan laut.
Terkait hal itu, Budi menyampaikan agar 33 perusahaan Denmark dan Norwegia yang hadir dalam acara tersebut dapat bekerja sama di bidang infrastruktur di Indonesia.
Acara tersebut merupakan kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berkolaborasi dengan Kementerian Perhubungan serta dengan Kedutaan Besar Denmark dan Norwegia.
Turut hadir dalam acara ini adalah Duta Besar Norwegia untuk Indonesia, Stig Traavik dan Duta Besar Denmark untuk Indonesia, Casper Klynge.
Selain itu, hadir dalam acara tersebut, 33 perusahaan dari Denmark dan Norwegia yang akan memberikan penawaran kerjasama bisnis dan investasi kepada Pemerintah Indonesia dan pelaku bisnis Indonesia baik swasta maupun BUMN.
Dalam acara tersebut juga dilakukan penandatangan kerjasama antara Kementerian Perhubungan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai upaya pemberantasan pencurian ikan yang ditempuh melalui program Penguatan Armada Kapal Perikanan Nasional.
Upaya peningkatan keselamatan pelayaran di Selat Malaka juga telah dilakukan pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub, baik dengan Singapura maupun Malaysia sebagai negara-negara yang paling sering melintasi jalur tersebut.
Selat Malaka-Singapura dinilai merupakan alur yang sangat padat karena titik pertemuan berbagai kapal, hingga 80.000 lalu lintas kapal per tahunnya, karena itu sering terjadi kecelakaan.
Pasalnya, dalam jalur tersebut telah ditentukan rute pemisahan lintas kapal (TSS) di mana bagian selat yang cukup dalam untuk lalu lintas kapal dari Barat ke Timur, sementara sebaliknya dari Timur ke Barat di bagian selat yang dangkal karena kapal-kapal sudah dalam keadaan kosong.
Namun, Indonesia sendiri belum tergabung dalam sarana bantu navigasi di jalur TSS tersebut, karena berdasarkan mandat Organisasi Maritim Internasional (IMO) yang berhak mengatur pemanduan atau navigasi di jalut TSS, yaitu “Vessel Traffic Service” Singapura dan Malaysia.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid