Selain menarik minat wisatawan, bunga tersebut juga memiliki peran penting bagi masyarakat lokal di wilayah TNBTS, yang biasa disebut sebagai Suku Tengger.

Dalam berbagai upacara adat, masyarakat Tengger selalu menggunakan edelweiss sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi.

Berbekal dari pengalaman tersebut, Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berupaya untuk memberikan solusi berkelanjutan. Sejak 2014, Balai Besar memiliki keinginan untuk mengembangkan Desa Wisata Edelweiss yang berkelanjutan dengan memperhatikan tiga aspek.

Tiga aspek yang diakomodir adalah peluang untuk meningkatkan sektor ekonomi, konservasi edelweiss di luar habitat aslinya, dan mempertahankan budaya lokal masyarakat Tengger dalam melaksanakan upacara adat.

Dua Desa Wisata Edelweis yang dikembangkan adalah Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan dengan luas lahan edelweis kurang lebih setengah hektare dan Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur dengan luasan sebesar satu hektare.

Dua desa itu mendapatkan bibit sebanyak 5.600 bibit untuk dikembangkan.

Melalui perjalanan yang cukup panjang, pada akhirnya Desa Wisata Edelweiss diresmikan melalui Festival Land of Edelweiss. Peresmian tersebut dilaksanakan pada November 2018 di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid