Dengan kelebihan tersebut, diharapkan para wisatawan tidak hanya berkunjung ke kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, melainkan juga ke wilayah desa penyangga.
“Masyarakat Tengger ditambah potensi wisatanya, ini destinasi wisata potensial. Daerah penyangga harus jadi destinasi wisata alternatif supaya wisatawan tidak menumpuk di kawasan Gunung Bromo saja,” kata Dody.
Di dua desa wisata tersebut, besaran tarif yang dikenakan pada wisatawan untuk berkunjung masih dalam tahap pembahasan oleh kelompok tani dan kepala desa setempat.
Diperkirakan, tarif masuk berkisar Rp50.000 hingga Rp150.000 per orang. Nantinya, para pengunjung diperbolehkan untuk memetik edelweiss yang sudah dibudidayakan itu, namun dengan catatan harus menanam bibit bunga yang sudah disediakan.
Dengan demikian, keberlanjutan desa wisata tersebut akan tetap terjaga.
Selain itu, dengan hadirnya Desa Wisata Edelweiss tersebut juga diharapkan menggeliatkan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Probolinggo.
Para pelaku usaha UMKM tersebut bisa secara langsung memanfaatkan bunga abadi itu untuk dijadikan suvenir yang legal.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid