Namun, KPU tidak mengatur mengenai penyebaran konten kampanye, yang bisa saja dilakukan oleh orang di luar tim kampanye, atau oleh “buzzer” politik musiman yang muncul lima tahunan sekali. Belum lagi fenomena hoaks dan ujaran kebencian yang dengan mudahnya tersebar hanya dengan satu klik di akun media sosial.

Lahan Subur Hoaks Dengan bermodalkan gawai dan koneksi internet, warganet dapat dengan mudah membuat lebih dari satu akun di satu platform media sosial. Bahkan, tidak menutup kemungkinan satu orang bisa memiliki belasan bahkan puluhan akun di media sosial.

Media sosial menjadi lahan subur bagi penyebaran informasi, yang pastinya belum terkonfimasi kebenarannya. Peneliti Kode Inisiatif Veri Junaidi mengatakan media sosial menjadi sarana mudah untuk penyebaran berita bohong, konten negatif serta kampanye hitam.

“Medsos ini yang paling krusial, karena di situ hoaks, ‘black campaign’, isu SARA bisa dengan mudah tersebar,” kata Veri Junaidi.

Sehingga, lanjut Veri, pengaturan terkait kampanye di media sosial oleh KPU dan penanganannya oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga harus mendapat perhatikan khusus.

Saat ini dalam Undang-undang Pemilu, pengaturan pidana terkait kampanye belum mengatur mengenai penggunaan media sosial.

Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 di pasal 491, 492 dan 493 mengatur ancaman pidana dan denda bagi setiap orang yang menghalangi jalannya kampanye, melaksanakan kampanye di luar jadwal, serta melanggar ketentuan kampanye.

Ketentuan kampanye yang diatur dalam UU tersebut adalah seluruh peserta Pemilu dilarang mempersoalkan dasar negara Pancasila, UUD 1945 dan bentuk NKRI; melakukan kegiatan yang membayakan keutuhan NKRI; menghina seseorang berdasarkan suku, agama, ras, golongan dan peserta pemilu lain; menghasut dan mengadu domba perseorangan maupun kelompok masyarakat; dan mengganggu ketertiban umum.

Selain itu juga tim kampanye peserta Pemilu dilarang mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan; merusak dan menghilangkan alat peraga kampanye peserta Pemilu; menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan; menggunakan tanda gambar dan atribut selain yang ditetapkan KPU; serta menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye.

Selebihnya, apabila pelanggaran itu berkaitan dengan penggunaan di media sosial, maka penangannya menggunakan penindakan pidana dengan melibatkan kepolisian.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby