Jakarta, Aktual.com — Manusia akan mengalami beberapa peristiwa penting di dalam kehidupannya. Pertama yakni, Alam Ruh dimana kita masih menjadi Ruh dan belum terbentuk. Yang kedua yaitu, Alam Rahim, Alam Dunia, Alam Barzakh atau kubur. Dan, terakhir adalah alam akhirat.
Apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT ketika di Alam Rahim, tentunya harus dipertanggung jawabkan kelak ketika berada di Alam Akhirat.
Ketika seseorang meninggal dunia, tentunya akan melalui Alam Barzakh yaitu alam kubur dimana akan ada Malaikat yang menanyakan kepada kita tentang Rabb-nya, agamanya dan Nabi-nya.
Hal ini tentu benar berdasarkan Al Quran dan Sunnah. (Lihat Syarah Lum’atul I’tiqod hal 67, syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin).
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Hadis Al Barra’ bin ‘Azib bahwasanya ketika seorang mayat telah selesai dikuburkan dan dihadapkan pada Alam Akhirat, maka akan datang padanya dua Malaikat (yaitu malaikat Munkar dan Nakir, red) yang akan bertanya kepada sang mayat akan tiga pertanyaan.
Pertanyaan pertama, “Man Robbuka?” … Siapakah Robbmu?
Kedua, “Wa maa diinuka?” … dan apakah agamamu?
Ketiga, “Wa maa hadzaar rujululladzii bu’itsa fiikum?” … dan siapakah orang yang telah diutus di antara kalian ini?
Ketika di Alam Kubur tersebut kita tidak akan bisa lolos dari Siksa Kubur Allah SWT tentang perjalanan kita selama di dunia. Namun beberapa orang mengatakan bahwa meninggal di hari jumat akan dibebaskan dari siksa kuburnya.
Berdasarkan beberapa hadis para Ulama menyimpulkan bahwa benar seseorang yang meninggal pada hari Jum’at mendapat keistimewaan.
Salah satunya adalah siapa yang meninggal di dalamnya maka ia aman dari azab kubur. Pendapat tersebut didasarkan kepada beberapa hadis berikut ini.
Dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak ada seorang Muslim pun yang meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat kecuali Allah SWT akan menjaganya dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad no. 6582 dan At-Tirmidzi no. 1074)
Derajat Hadis ini diperselisihkan oleh para Ulama Hadis. Ada diantara mereka yg menilainya sebagai Hadis DHO’IF (Lemah), seperti Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani, Al-Mundziri, Syaikh Syu’aib Al-Arnauth, dan selainnya. Dan ada pula sebagian mereka yang menilainya sebagai Hadis Maudhu’(palsu)
Namun ada pula sebagian Ulama hadis lain yg menilai bahwa derajat hadis tersebut Hasan, seperti imam as-Suyuthi n Syaikh Al-Albani Rahimahumullah. Syaikh Al-Albani berkata di dalam kitab Ahkamul Jana-iz: “Hadits ini berdasarkan banyaknya jalur periwayatannya (yang saling mendukung dan menguatkan) derajatnya Hasan atau Sohih.”
jika seorang Muslim meninggal dunia sedangkan ia dalam berada dalam kemaksiatan, misalnya melakukan dosa-dosa besar, seperti zina, menuduh wanita Muslimah berzina, atau mencuri maka urusan mereka dibawah kehendak Allâh Ta’âla.
Jika Allâh Ta’âla berkehendak maka Dia akan mengampuni dosa hamba tersebut dan jika tidak, maka Dia akan menyiksanya terlebih dahulu, lalu si Hamba tadi akan dimasukan ke dalam Surga, sebagaimana firman Allâh Ta’âla yang artinya: “Sesungguhnya Allâh tidak akan mengampuni dosa syirik dan Allâh mengampuni dosa yang selain dosa syirik itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.”(QS. An-Nisâ/4:48)
Dan, banyak sekali hadis yang shahîh dan mutawatir yang menjelaskan tentang dikeluarkannya kaum Muslimin pelaku kemaksiatan dari neraka. Maka demikian pula halnya siksa kubur bagi pelaku dosa besar.
Bila Allâh Ta’âla menghendaki, maka Allâh Ta’âla akan menyiksanya dan jika Allâh Ta’âla menghendaki untuk mengampuninya, maka Dia mengampuninya. Dan hanya Allâh Ta’âla yang berhak memberikan siksa dan meringankan beban siksa seseorang dalam kubur atau bahkan meniadakan siksa kubur sama sekali terhadap hambahamba-Nya yang dikehendaki.
Al-Mubarakfuri dalam Syarh al-Tirmidzi menjelaskan, makna fitnah kubur pada hadis di atas, “Maksudnya: siksanya dan pertanyaannya. Dan itu mengandung makna mutlak dan taqyid. Dan makna pertama lebih tepat dengan disandarkan kepada karunia Allah SWT.” (Tuhfah al-Ahwadi: 4/160).
Artikel ini ditulis oleh: