Jakarta, Aktual.com — Serangan ‘cyber’ terhadap sistem Teknologi Informasi (TI) Indonesia meningkat pesat dalam beberapa waktu terakhir, sehingga mengakibatkan Indonesia masuk daftar negara dalam kondisi darurat cyber.

“Setiap hari Indonesia mengalami banyak serangan cyber dan kita tidak memiliki pertahanan yang terkoordinasi untuk itu,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Panjaitan di Jakarta, Jumat (3/6).

Pihaknya mencatat serangan terhadap sistem TI yang menyebabkan sistem berhenti bekerja pada 2015 meningkat sebesar 33 persen dibandingkan 2014.

Dari angka itu, sebanyak 54,5 persen berupa serangan yang terjadi pada situs terkait sektor bisnis e-commerce.

Oleh karena itu, Indonesia memerlukan sebuah badan yang menangani persoalan siber yakni Badan Cyber Nasional (BCN) sebagai bagian dari kebijakan nasional bidang ketahanan informasi.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Desk Cyberspace Nasional Kemenkopolhukam, Agus Barnas, mengatakan, meski pembahasan BCN telah dilakukan pada 6 Januari 2015 di Istana Kepresidenan antara Presiden Joko Widodo dan Sekretaris Kabinet, Menkopolhukam saat itu ( Tedjo Edhy Purdijatno), Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, tetapi hingga saat ini belum terlihat titik terang mengenai pembentukan badan tersebut.

“Berbagai polemik muncul terkait butuh atau tidaknya badan baru tersebut,” katanya.

Padahal, pihaknya mencatat Indonesia saat ini menempati peringkat ke-2 sebagai sumber serangan cyber dunia dan peringkat ke-1 sebagai negara dengan risiko keamanan akibat serangan cyber yang terbesar.

“Yang lebih mengkhawatirkan lagi, pada 2015 terjadi peningkatan kejahatan cyber hampir empat kali lipat dibanding 2014. Dan semua itu bukan berasal dari luar negeri, tetapi kejahatan cyber yang dilakukan dari dalam negeri dengan target dalam negeri pula,” ujar Agus.

Bank Indonesia bahkan memantau terindikasinya peningkatan aktivitas kejahatan berupa penyalahgunaan jaringan sebesar 66,7 persen pada 2015 dibandingkan 2014.

Agus menjelaskan, penyalahgunaan jaringan untuk kejahatan pada transaksi keuangan sebagian besar berupa pencurian data keuangan dan data ‘login password’.

“Terdapat pula kasus berupa manipulasi data keuangan terutama yang terkait dengan transaksi elektronik dan penggunaan uang elektronik,” katanya.

Desk Cyberspace Nasional (DCN) Kemenkopolhukam telah melakukan kajian mendalam selama tiga tahun sejak 2013 dari sisi teknis, hukum, dan kelembagaan masing-masing institusi yang mungkin berwenang di wilayah siber tersebut.

Bahkan DCN sudah melakukan studi banding badan cyber di 19 negara dan turut serta dalam 22 event internasional terkait keamanan siber.

Pihaknya telah memetakan berdasarkan nomenklatur kewenangan masing-masing institusi yang berperan di wilayah siber, ke dalam enam wilayah keamanan cyber yakni Cyber Defense, Cyber Crime, Cyber Inteligence, Cyber Security, Cyber Resilience, dan Cyber Diplomacy.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara