Sorong, Aktual.com – Selain memiliki pemandangan alam bawah laut yang indah, Kabupaten Raja Ampat di Provinsi Papua Barat mempunyai hutan dengan beragam satwa endemik.
Menurut data pemerintah, setidaknya ada 258 spesies burung, termasuk enam dari 10 jenis burung endemik Papua, di kawasan hutan Raja Ampat.
Burung cendrawasih botak (Cicinnurus respublica), cendrawasih merah (Paradisaea rubra), maleo waigeo (Aepypodius bruijnii), raja ampat pitohui (Pitohui cerviniventris), cekakak pita kofiau (Tanysiptera ellioti)), dan kehicap kofiau (Monarcha julianae) tinggal di kawasan hutan Raja Ampat.
Burung-burung cendrawasih yang indah selain menarik para pencinta burung, fotografer, dan pencinta alam juga menjadi incaran pemburu.
Para pemburu dulu sering menangkap burung-burung tersebut untuk mengawetkan dan menjualnya ke kolektor.
Alvian Sopuiyo, yang kini menjadi Ketua Kelompok Tani Hutan Warkesi, dulu juga pernah memburu burung cendrawasih untuk mengawetkan kemudian menjualnya.
“Dulu saya sering memburu burung cendrawasih merah untuk dijual mati, (diawetkan) menggunakan bahan pengawet formalin,” katanya pada 23 Oktober 2021.
“Saya sudah tidak ingat dan hitung berapa banyak barung cendrawasih saya tembak mati dengan senapan angin untuk dijual. Namun yang saya ingat terakhir saya beli formalin 20 liter habis terpakai untuk mengawetkan burung cendrawasih agar bisa dijual,” ia menambahkan.
Menurut Alvian, satu awetan burung cendrawasih bisa dijual dengan harga Rp500 ribu. Nilai yang tidak sedikit bagi dia.
Namun memburu dan menjual burung dilindungi membuat hidup Alvian tidak tenang. Dia selalu merasa dikejar-kejar dan dia sering kali harus bersembunyi untuk menghindari polisi dan petugas balai konservasi.
“Selain itu saya merasa berdosa karena banyak orang berupaya kampanye melindungi cenderawasih untuk anak cucu di masa-masa mendatang sedangkan saya berburu untuk mendapatkan uang sesaat,” katanya.
Merangkul untuk Melindungi
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat berupaya menjaga kelestarian burung endemik dengan merangkul warga sekitar kawasan hutan.
Dalam upaya melestarikan burung-burung endemik, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat antara lain memfasilitasi pembentukan Kelompok Tani Hutan Warkesi dan pengembangan wisata pengamatan burung cendrawasih merah di Hutan Warkesi.
Kelompok Tani Hutan Warkesi dilibatkan dalam pengelolaan area hutan wisata seluas 300 hektare di kawasan penyangga Cagar Alam Waigeo Barat.
Ketua Kelompok Tani Hutan Warkesi Alvian Sopuiyo mengatakan bahwa kegiatan wisata pengamatan burung cendrawasih dilakukan sejak awal tahun 2018.
Kegiatan wisata pengamatan burung itu mendatangkan pemasukan bagi Kelompok Tani Hutan Warkesi.
Setiap pengunjung yang akan masuk ke kawasan hutan untuk mengamati burung cendrawasih harus membayar Rp250.000 dan uangnya masuk ke Kelompok Tani Hutan Warkesi.
Menurut Alvian, sejak kegiatan wisata dibuka pada tahun 2018 sampai tahun 2021 setidaknya ada 1.000 wisatawan dari dalam dan luar negeri yang datang untuk menyaksikan aksi cendrawasih di Hutan Warkesi.
Apabila kegiatan wisata tidak dihentikan sementara akibat pandemi COVID-19, wisatawan yang mengunjungi kawasan hutan wisata itu bisa lebih banyak lagi.
Meski pendapatan dari kegiatan wisata tidak besar, namun Alvian merasa senang dan tenang karena bisa mendapatkan uang tanpa harus berkejaran dan bersembunyi dari polisi dan petugas konservasi.
Kegiatan wisata pengamatan burung di Hutan Warkesi telah membuat pemburu burung seperti Alvian beralih pekerjaan.
Mereka yang sebelumnya memburu burung sekarang mendukung upaya konservasi burung cendrawasih dan pengembangan hutan wisata.
“Masyarakat kelompok KTH Warkesi sebanyak 30 kepala keluarga (anggotanya), memilih merawat kawasan dengan melakukan patroli secara rutin serta bertani untuk bertahan hidup,” kata Alvian.
Alvian mengaku tertarik mendukung kegiatan konservasi dan pariwisata setelah menerima ajakan dari pemandu wisata pengamatan burung Edwin Dawa mengikuti sosialisasi mengenai konservasi satwa liar.
“Sekarang ini satu cendrawasih yang menari di kawasan Hutan Warkesi bisa dinikmati oleh orang dari berbagai bagian dunia,” katanya.
Menurut Edwin Dawa, pemandu wisata yang juga anggota Kelompok Tani Hutan Warkesi, kegiatan wisata pengamatan burung sudah berkembang dan menarik lebih banyak pencinta alam dan wisatawan dengan minat khusus.
“Kami konsisten menjaga kawasan Hutan Warkesi karena kawasan itu ibarat piring makan. Artinya, ketika ada kunjungan wisatawan ada uang untuk makan,” katanya pada 23 Oktober 2021.
Selain menjalankan upaya konservasi, Kelompok Tani Hutan Warkesi bekerja sama dengan pemilik penginapan dan resor di Raja Ampat untuk mempromosikan wisata pengamatan burung di Hutan Warkesi.
Edwin mengatakan bahwa di Hutan Warkesi wisatawan bisa mengamati cendrawasih merah, cendrawasih botak, dan jenis burung yang lain seperti kakatua jambul kuning, kakatua raja, nuri, dan maleo waigeo.
Ia menjelaskan, berbeda dengan cendrawasih merah yang bisa dilihat pada pagi dan sore hari di kawasan Hutan Warkesi, cendrawasih botak liar jarang terlihat.
Pendampingan
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat mendampingi Kelompok Tani Hutan Warkesi mengelola usaha pariwisata pengamatan burung cendrawasih serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka mengelola destinasi wisata.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat Budi Mulyanto pada 8 November 2021 mengatakan bahwa anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Warkesi juga dilibatkan dalam kegiatan patroli untuk menjaga kawasan hutan.
“Kegiatan Smart Patrol ini penting karena masyarakat kelompok KTH sendiri yang melakukan patroli yang didampingi BBKSDA sehingga masyarakat semakin peduli terhadap hutan yang mereka kelola,” katanya.
Selain itu, BKSDA membantu KTH Warkesi mengembangkan kegiatan usaha pendukung kegiatan pariwisata seperti usaha pembuatan suvenir dan usaha kuliner.
“Jika perekonomian masyarakat kelompok KTH meningkat, mereka akan tetap konsisten menjaga kawasan hutan yang menjadi sumber kehidupan mereka,” kata Budi Mulyanto.
Kepala Bidang Teknis BBKSDA Papua Barat Tasliman mengemukakan bahwa kegiatan wisata pengamatan burung di Hutan Warkesi telah mendatangkan manfaat bagi usaha konservasi dan perekonomian masyarakat sekitar kawasan hutan.
Menurut dia, pengembangan wisata pengamatan burung di Hutan Warkesi bisa menjadi contoh upaya pelestarian alam melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat.
“Raja Ampat merupakan tujuan wisata dunia dan burung cendrawasih merah endemik Waigeo, burung unik ini tidak ada di belahan dunia manapun. Kekayaan keanekaragaman hayati ini harus terus dijaga,” katanya.
Selain BBKSDA Papua Barat, lembaga konservasi Flora Fauna Internasional (FFI) Program Raja Ampat juga mendukung upaya konservasi burung cendrawasih yang dijalankan oleh Kelompok Tani Hutan Warkesi.
Manajer Program FFI Raja Ampat Andhy Priyo Sayogo pada 6 November 2021 mengatakan bahwa lembaganya menyelenggarakan pelatihan pemandu wisata pengamatan burung bagi anggota KTH Warkesi.
Selain itu, FFI melatih anggota KTH melakukan patroli dan memantau populasi burung cendrawasih merah endemik Raja Ampat bersama BBKSDA Papua Barat.
Tasliman mengatakan bahwa BBKSDA Papua Barat memantau populasi burung cenderawasih merah endemik Raja Ampat secara berkala. Pemantauan dilakukan dengan metode sampling pada titik pengamatan tertentu di Hutan Waigeo.
Berdasarkan hasil pengamatan di Cagar Alam Waigeo Barat, Tasliman mengatakan, dalam lima tahun terakhir ada tren peningkatan populasi burung cendrawasih merah.
Menurut dia, pada tahun 2015 dan 2016 hanya ditemukan 10 burung cendrawasih merah di area seluas satu hektare yang menjadi sasaran pengamatan.
Jumlah burung cendrawasih merah yang ditemukan di area pengamatan seluas satu hektare pada tahun 2017 bertambah menjadi 11 dan kemudian bertambah menjadi 15 pada tahun 2018 dan 2019.
Tasliman mengajak masyarakat mendukung upaya pelestarian burung endemik tersebut.
“Biarkan burung itu hidup bebas di alam Pulau Waigeo sehingga jika orang ingin melihatnya harus datang ke Raja Ampat,” katanya.
Andhy Priyo Sayogo juga berharap masyarakat Raja Ampat terus menjaga kelestarian hutan Warkesi dan burung cendrawasih, yang dijuluki sebagai “burung surga” karena keindahannya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Dede Eka Nurdiansyah