Jakarta, aktual.com – Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Bhayangkara kian mendekat. Di balik perayaan yang digelar meriah setiap tanggal 1 Juli, tersimpan sejarah panjang lahirnya Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menjadi tonggak pengabdian Polri kepada bangsa dan negara.
Peringatan Hari Bhayangkara setiap 1 Juli merujuk pada momen penting dalam sejarah Indonesia, yakni keluarnya Penetapan Pemerintah No. 11/S.D. tahun 1946. Melalui kebijakan tersebut, pemerintah menetapkan bahwa Djawatan Kepolisian Negara berada di bawah Kementerian Dalam Negeri dan bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Sejak itulah, tanggal 1 Juli resmi diperingati sebagai Hari Bhayangkara.
Akar Sejarah Bhayangkara
Mengutip laman resmi Polri, istilah Bhayangkara sebenarnya telah dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka, tepatnya sejak masa Kerajaan Majapahit. Saat itu, Patih Gajah Mada membentuk satuan khusus bernama Bhayangkara yang bertugas menjaga keselamatan raja serta stabilitas dan keamanan kerajaan.
Memasuki era kolonial Belanda, tepatnya tahun 1867, sistem kepolisian mulai dibentuk secara terstruktur. Belanda merekrut 78 pribumi untuk menjaga keamanan aset warga Eropa. Dalam perkembangannya, dibentuk berbagai jenis polisi, seperti veld politie (polisi lapangan), stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), dan bestuurs politie (polisi pamong praja).
Namun, sistem kolonial membedakan jabatan antara polisi Belanda dan pribumi. Pribumi tidak diperkenankan memegang jabatan tinggi seperti hoofdagent, inspekteur, atau komisaris. Mereka hanya diberi jabatan setingkat mantri polisi atau wedana polisi. Kepolisian modern Hindia Belanda yang berkembang antara 1897–1920 inilah yang menjadi fondasi awal Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang, struktur kepolisian dibagi ke dalam empat zona: Jawa-Madura (berpusat di Jakarta), Sumatera (Bukittinggi), Indonesia Timur (Makassar), dan Kalimantan (Banjarmasin). Meski dipimpin oleh pejabat pribumi, semua kepala polisi daerah didampingi oleh petugas Jepang bernama sidookaan yang memiliki kontrol penuh atas operasional.
Pasca kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, meski organisasi militer Jepang seperti PETA dan Gyu-Gun dibubarkan, polisi tetap menjalankan perannya. Pemerintah Indonesia kemudian membentuk Djawatan Kepolisian Negara di bawah Kementerian Dalam Negeri. Saat itu, pengelolaan administratif berada di bawah kementerian, sementara operasional kepolisian menjadi tanggung jawab Jaksa Agung.
Baru pada 1 Juli 1946, melalui Penetapan Pemerintah No. 11/S.D., Kepolisian Negara dinyatakan bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Tanggal tersebut kini dikenal sebagai Hari Bhayangkara—sebuah momentum untuk mengenang perjalanan panjang Polri dalam menjaga keamanan, ketertiban, dan pengabdian kepada masyarakat.
HUT Bhayangkara ke-79 tahun ini bukan hanya menjadi simbol peringatan, tetapi juga momentum bagi institusi kepolisian untuk merefleksikan peran strategisnya dalam dinamika bangsa. Dari masa kerajaan, penjajahan, kemerdekaan, hingga era modern saat ini, Polri tetap menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum dan menjaga stabilitas nasional.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano
















