Jakarta, Aktual.com — Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan Indonesia bisa meniru Jepang yang skema pembiayaan utangnya bergantung dari investor dalam negeri, sehingga tidak rentan terhadap guncangan eksternal.

“Utang asing di Jepang hanya sembilan persen, karena 91 persen dipegang orang Jepang sendiri. Kita kepemilikan asing 38 persen (di pasar SUN), itu dianggap risiko. Suatu saat kita ingin model pembiayaan kita seperti di Jepang, yaitu dari masyarakat sendiri,” katanya di Jakarta, Senin (21/9).

Menkeu menegaskan memiliki pembiayaan dari utang tidak mengkhawatirkan asalkan menggunakan uang rakyat sendiri, dalam hal ini melalui penerbitan instrumen obligasi negara ritel maupun sukuk ritel yang berbasis investor domestik.

“Tidak apa-apa mempunyai utang besar (seperti di Jepang), tapi dibayar oleh masyarakat sendiri. Jadi sumber pembiayaan (untuk menutup defisit) ideal memang dari pajak maupun surat utang dari rakyat sendiri,” jelasnya.

Pemerintah, lanjut Menkeu, sedang mempertimbangkan untuk memperluas basis investor domestik dalam kepemilikan surat utang negara, agar risiko utang tidak makin meningkat serta untuk memperdalam sektor jasa keuangan.

Namun, investor dalam negeri dinilai masih konservatif terhadap produk-produk dalam sektor jasa keuangan. Untuk itu, pemerintah ingin meredam kekhawatiran, agar investor nantinya mau terlibat dalam pembiayaan melalui obligasi negara.

“Tentunya ini tidak bisa dipaksakan dan harus menyediakan instrumennya. Secara perlahan yang ritel kita tingkatkan size-nya, tapi ini tidak bisa dilakukan secara drastis dan mendadak, karena ‘risk apetitte’ investor kita masih konservatif dan likuiditas terbatas,” ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah menjual obligasi negara ritel seri ORI012 dengan target indikatif sebesar Rp20 triliun untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dalam APBN 2015 serta diversifikasi sumber pendanaan baru dan perluasan basis investor dalam negeri.

Penerbitan obligasi ritel ini dilakukan, karena investor individu WNI merupakan sumber pembiayaan pembangunan dari dalam negeri yang sangat potensial serta berperan dalam menjaga ketahanan pasar keuangan Indonesia.

Melalui kepemilikan obligasi ritel seri ORI012 tersebut, WNI diberikan kesempatan untuk berperan dalam pembiayaan pembangunan sekaligus memperoleh pendapatan melalui kegiatan investasi pada instrumen yang aman.

Tingginya minat investor domestik atas instrumen obligasi ritel, telah terlihat dari hasil penjualan ORI011 pada 2014 lalu, yaitu mencapai Rp21,2 triliun atau sedikit lebih tinggi dari target indikatif yang telah ditentukan sebelumnya sebesar Rp20 triliun.

Penjualan ORI011 telah menjangkau 35.024 pemesan di seluruh provinsi Indonesia, dengan jumlah investor baru mencapai untuk ORI011 sebanyak 20.418 investor, dan pemesan terbanyak pada kisaran Rp100 juta-Rp500 juta atau sebanyak 34,4 persen.

Para pemesan ORI011 di wilayah DKI Jakarta mencapai 39,8 persen dari total jumlah pemesan, dengan wilayah Indonesia bagian Barat selain DKI Jakarta mencapai 50,4 persen dan wilayah Indonesia bagian Tengah dan Timur mencapai 9,9 persen.

Dari 21 agen penjual ORI011, terdiri atas 18 bank dan tiga perusahaan sekuritas, yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan penjualan, sebanyak 20 agen bahkan berhasil mengumpulkan pemesan di atas target yang telah ditetapkan.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan