Jakarta, Aktual.co — Sejumlah indikator ekonomi makro pada 2014 tidak sesuai ekspektasi, atau meleset dari asumsi yang ditetapkan oleh pemerintah dalam APBN-Perubahan, kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.
“Salah satunya indikator pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,1 persen, meskipun kondisi ekonomi 2014 menunjukkan perkembangan yang cukup baik,” katanya dalam jumpa pers perkembangan ekonomi makro dan realisasi APBN-Perubahan 2014 di Jakarta, Senin (5/1).
Bambang menjelaskan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen jauh dari asumsi dalam APBN-Perubahan 5,5 persen, karena terpengaruh dengan kondisi perekonomian global dan defisit neraca transaksi berjalan yang masih lebar.
“Kondisi global masih mengalami perlemahan, kecuali di Amerika Serikat. Sedangkan, besarnya defisit transaksi berjalan membuat pemerintah harus menetapkan kebijakan moneter dan fiskal yang ketat, sehingga pertumbuhan ekonomi terkendala dan tidak bisa mencapai yang kita inginkan,” ujarnya.
Sementara, tingkat inflasi yang tercatat mencapai 8,36 persen, melampaui asumsi makro sebesar 5,3 persen, karena sewaktu penyusunan APBN-Perubahan, pemerintah belum mempertimbangkan adanya penyesuaian harga BBM bersubsidi pada November 2014 serta dampaknya.
“Penanganan inflasi di masa mendatang memerlukan ekstra ‘effort’, karena ini tidak hanya terkait pergerakan harga, namun juga masalah logistik serta manajemen dan tata niaga perdagangan. Pemerintah akan fokus melakukan pembenahan,” jelas Bambang.
Untuk nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, rata-rata setahun mencapai Rp11.878 atau hampir sesuai asumsi Rp11.600 dan tingkat suku bunga 3 bulan sebesar 5,8 persen atau lebih rendah dari asumsi 6,0 persen di APBN-Perubahan.
“Nilai rupiah rata-rata setahun lebih lemah dari yang diperkirakan di APBN-Perubahan 2014, karena tingginya defisit neraca pembayaran dan perlemahan ini mempengaruhi bunga utang dan subsidi BBM yang telah direncanakan sebelumnya,” ujar Bambang.
Ia menambahkan untuk harga ICP minyak rata-rata setahun mencapai 97 dolar AS per barel, atau lebih rendah dari asumsi 105 dolar AS per barel, lifting minyak rata-rata 794 ribu barel per hari atau lebih rendah dari asumsi 818 ribu barel per hari dan lifting gas sesuai dengan asumsi yaitu 1.224 ribu barel setara minyak per hari.
“Harga minyak rata-rata delapan dolar lebih rendah dari asumsi, karena tingginya pasokan minyak mentah dunia, ini memberikan konsekuensi bagi penerimaan di sektor migas. Sedangkan, hanya realisasi lifting gas yang sesuai dengan target di APBN-Perubahan,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid
















