Jakarta, Aktual.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan Indonesia harus menyiapkan materi dan posisi yang jelas serta negosiator yang unggul dalam menghadapi era perang dagang bilateral dan melemahnya mekanisme solusi multilateral yang makin kompleks.

Dalam laman media sosial resmi yang dipantau di Jakarta, Minggu (2/12), Sri Mulyani menjelaskan hal tersebut patut dilakukan karena pemulihan ekonomi yang masih belum merata serta kebijakan ekonomi antara negara yang makin tidak sinkron dan tidak searah diperparah oleh kebijakan konfrontasi perdagangan.

“Perang dagang telah melahirkan keinginan G20 untuk melakukan reformasi multilateral dalam World Trade Organization (WTO),” ujarnya.

Untuk itu, Sri Mulyani mengharapkan Pertemuan Tahunan G20 tingkat pimpinan negara yang berlangsung di Buenos Aires, Argentina, benar-benar bisa menghasilkan keputusan yang menentukan arah ekonomi dan tata kelola global.

Dalam kesempatan ini, Sri Mulyani mengingatkan ancaman dan peluang digital ekonomi terhadap kesempatan dan jenis kerja di masa depan terus menjadi perhatian G20, karena berpengaruh terhadap kebijakan ketenagakerjaan, jaring pengaman sosial, dan perpajakan.

“Dunia akan semakin kompleks dan globalisasi serta kemajuan teknologi akan memberikan banyak kesempatan untuk maju dan mengejar ketertinggalan, namun juga menyajikan kerumitan dalam mengelola perekonomian dan sosial suatu negara. Indonesia harus makin keras dan cerdas dalam membangun perekonomian kita,” katanya.

Sri Mulyani menyakini fokus Presiden Jokowi untuk membangun kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur sudah merupakan hal yang benar, karena bermanfaat untuk pemerataan dan peningkatan produktivitas serta daya kompetisi negara.

“Indonesia tetap perlu membangun kapasitas anak-anak bangsa dalam memahami dan menghadapi globalisasi ekonomi, perubahan teknologi dan dinamika geo-politik yang makin rumit dan menantang. Ini tantangan yang harus dihadapi dan dijawab oleh generasi milenial kita,” ujarnya.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde menyampaikan tekanan dari ancaman terjadinya perang dagang mulai berdampak ke negara berkembang, sehingga dibutuhkan kebijakan yang tepat untuk mengatasi problem ini.

IMF memperkirakan kebijakan kenaikan tarif bea masuk tersebut bisa mengancam perdagangan internasional dan menurunkan tiga perempat persen pertumbuhan global pada 2020, sehingga butuh upaya untuk menurunkan tensi perdagangan, mengurangi kenaikan tarif dan mendorong kerja sama multilateral.

Risiko lain yang tidak kalah penting dan menjadi perhatian IMF dalam forum G20 adalah meningkatnya tingkat utang global hingga mencapai 182 triliun dolar AS di berbagai negara berkembang dan negara dengan penghasilan menengah kebawah.

Untuk itu, IMF menyarankan adanya bantalan maupun kebijakan fiskal serta tindakan guna meningkatkan transparansi terhadap utang, terutama terkait nilai dan jangka waktu pinjaman, sebagai upaya untuk menjaga kesinambungan pengelolaan utang.

Secara keseluruhan, Lagarde menyampaikan rekomendasi kebijakan bagi G20 untuk mengatasi berbagai tantangan global tersebut yaitu adanya perbaikan kinerja perdagangan untuk peningkatan pertumbuhan dan penyediaan lapangan kerja.

Kemudian, normalisasi kebijakan moneter yang dilakukan berdasarkan komunikasi yang baik, gradual dan berbasis data sebagai antisipasi dari dampak lanjutan serta membuat kebijakan mikro dan makroprudensial untuk mengatasi risiko krisis serta problem pembiayaan berbasis kredit.

Rekomendasi lainnya adalah adanya fleksibilitas dalam kurs mata uang sebagai upaya mitigasi tekanan eksternal, mengurangi tarif bea masuk dan berbagai kebijakan lainnya yang bisa memperlemah kepercayaan pelaku pasar keuangan.

“Terakhir, menghilangkan hambatan agar partisipasi perempuan dalam bidang ekonomi makin besar. Ini merupakan kunci untuk mengatasi persoalan kesenjangan yang persisten dan tinggi, dan bisa menjadi sumber pertumbuhan potensial bagi negara G20,” kata Lagarde.

antara