“Perlemahan nilai tukar rupiah juga berpotensi mendorong kinerja ekspor,” katanya.
Saat ini, tekanan eksternal yang masih melanda negara-negara “emerging”, termasuk Indonesia, telah menyebabkan terjadinya gejolak dari sisi nilai tukar mata uang maupun arus modal.
Pemicu utama dari gejolak tersebut adalah kebijakan fiskal AS yang ekspansif, normalisasi kebijakan moneter dari The Fed serta sentimen proteksionisme.
Kondisi ini menyebabkan depresiasi rupiah (year to date) hingga periode akhir Juli 2018 mencapai kisaran 7-8 persen dengan rata-rata pergerakan tercatat sebesar Rp13.880 per dolar AS.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid