Seorang pejalan kaki melintasi papan sosialisasi pembayaran pajak secara online di Jakarta, Selasa (1/3). Direktorat Jenderal Pajak membuat peta zona potensial pajak untuk mencapai target penerimaan pajak sebesar Rp1.360,1 triliun pada 2016. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ama/16

Jakarta, Aktual.com — Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, pihaknya telah menyiapkan revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagai upaya mendorong reformasi sistem perpajakan nasional.

“Revisi UU KUP sudah siap, tinggal menunggu amanat presiden. Ini komitmen kami untuk mereformasi total perpajakan,” katanya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Selasa (12/4).

Bambang mengatakan, revisi UU tersebut akan sepaket dengan pengajuan RUU Pengampunan Pajak, revisi UU Pajak Penghasilan (PPh), dan revisi UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, untuk mengatasi masalah pajak.

“Tahun ini ada empat RUU, ‘tax amnesty’, KUP, PPh dan PPN. Ini merupakan satu paket yang bisa membantu membereskan masalah pajak. Tentunya terkait waktunya, itu menjadi keputusan Komisi XI,” katanya.

Menurut dia, revisi RUU KUP bisa bersinergi dengan RUU Pengampunan Pajak, agar dana repatriasi warga negara Indonesia yang kembali dari luar negeri bisa bermanfaat sepenuhnya bagi pembangunan nasional.

“Untuk menjamin repatriasi tidak kembali ke luar negeri, harus ada penyempurnaan regulasi, termasuk adanya revisi UU PPh, UU PPN dan mungkin juga UU Perbankan terkait pembukaan data nasabah untuk kepentingan pajak,” ujarnya.

Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam meminta pemerintah untuk memberikan prioritas kepada revisi UU KUP daripada mengajukan RUU Pengampunan Pajak yang hanya bermanfaat dalam jangka pendek.

“Pemerintah ingin sistem perpajakan yang baik dan berkeadilan. Beberapa fraksi juga mengingatkan pentingnya perbaikan struktur perpajakan. Maka, perubahan fundamental yang bisa dilakukan dengan melakukan amandemen UU KUP,” ungkapnya.

Menurut dia, revisi UU tersebut justru bisa mendukung kebijakan pertukaran informasi perpajakan dengan negara lain pada 2018, yang dalam jangka panjang bisa memberikan penerimaan pajak lebih tinggi dari potensinya.

“Kami mendukung reformasi perpajakan, jadi kalau pemerintah bersabar dengan pertukaran data 2018, ini bisa memberikan potensi lebih besar dari pada sekedar tebusan ‘tax amnesty’,” kata politisi PKS ini.

Sebetulnya, pemerintah sudah memasukkan revisi UU KUP pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015, namun tertunda karena pemerintah masih memprioritaskan pembahasan RUU Pengampunan Pajak.

Revisi UU diperlukan untuk mengatur ketentuan terkait sistem “self assessment”, penegasan tindak pidana perpajakan versus tindak pidana korupsi, penegasan atas payung hukum bagi ketentuan formal perpajakan dan penegasan terkait aturan hukum ini terhadap UU lain yang juga mengatur perpajakan.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan