Jakarta, Aktual.com — Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam beberapa hari terakhir disebabkan sentimen positif investor pasar keuangan terhadap perekonomian nasional.
“Ini sentimen sedang positif, terutama setelah Tiongkok melakukan relaksasi moneter,” katanya di Jakarta, Senin (7/3) malam.
Bambang menambahkan dalam menghadapi fenomena ini, maka pemerintah terus melakukan pembenahan dalam fundamental ekonomi, agar aliran modal yang masuk bisa menetap dan berkontribusi ke perekonomian.
“Fundamental makro ekonomi kita harus dijaga, jangan ada isu-isu yang membuat mereka keluar-masuk,” ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan harus ada upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional, agar nilai tukar rupiah yang saat ini sedang menguat, tidak lagi berfluktuasi terlalu tajam.
Upaya yang bisa dilakukan pemerintah, lanjut dia, adalah terus berkoordinasi dengan otoritas moneter agar ekonomi tidak rentan terhadap pengaruh global, terutama dari penyesuaian kebijakan moneter di Amerika Serikat.
“Kita pada dasarnya ingin, kalau rupiah itu terlalu lemah tidak bagus, tapi kalau terlalu kuat juga tidak bagus. Jadi jawabannya (nilai) rupiah sesuai fundamentalnya saja,” kata Darmin.
Sementara, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin sore bergerak menguat sebesar 47 poin menjadi Rp13.084, dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.131 per dolar AS.
“Pendorong utama adalah meningkatnya kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia, sehingga memicu arus modal asing masuk cukup deras sejak Februari tahun ini di saham maupun obligasi negara,” kata Analis Pasar Uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto.
Rully mengemukakan bahwa sejak awal tahun ini hingga awal Maret 2016, arus modal asing masuk ke dalam negeri telah mencapai Rp35 triliun, baik di pasar saham maupun surat utang atau obligasi.
Namun, ia menambahkan penguatan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh kemungkinan ditundanya kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (Fed fund rate).
Kendati demikian, Rully menilai bahwa penguatan mata uang rupiah dalam beberapa hari terakhir ini terlalu singkat, sehingga kondisi itu dapat memengaruhi daya saing kinerja ekspor Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan