Jakarta, Aktual.com — Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan rencana pemerintah untuk menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh Pasal 21) nantinya diharapkan mampu membantu ketahanan industri padat karya dalam menghadapi krisis.

“Utamanya untuk memberikan insentif kepada industri padat karya. (Penurunan pajak penghasilan) itu kan terkait dengan gaji karyawan,” katanya di Jakarta, Jumat (20/11).

Menkeu menjelaskan ide tersebut sedang dalam kajian oleh pemerintah karena insentif penurunan tarif pajak penghasilan atas gaji, tunjangan, upah, dan hasil pekerjaan lainnya, secara tidak langsung bisa meningkatkan daya beli masyarakat.

Namun, dia mengakui keberhasilan rencana ini membutuhkan kerja sama dengan pelaku industri terkait dengan penyingkapan data pegawai agar bisa diukur sejauh mana insentif penurunan pajak tersebut dibutuhkan oleh perusahaan.

“Dahulu pernah diberikan pada tahun 2009, tetapi tidak jalan karena tidak ada ‘disclosure’ dari wajib pajaknya. Karena kita memberikan potongan per orang. Kalau informasi kita tidak dapat, bagaimana mau memberikan potongan,” kata Menkeu.

Menkeu juga belum mau memastikan model insentif yang akan diberikan apakah sama dengan yang pernah diberikan sebelumnya pada tahun 2009, yaitu berupa pemotongan tarif pajak dengan skema insentif ditanggung pemerintah (DTP).

“Bentuknya bagaimana, yang penting ‘disclosure’ dahulu wajib pajaknya. Sekarang sedang dilihat apakah mungkin Wajib Pajak ‘comply’ dengan aturannya. Pokoknya insentif itu akan meringankan beban PPh Pasal 21,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa pemerintah sedang mengkaji rencana pemberian insentif ini untuk masuk dalam paket kebijakan ekonomi dan mendiskusikannya dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

“Saya masih minta BKPM untuk mengecek apakah betul perusahaan tertarik karena dahulu mereka tidak tertarik, kan tidak ada gunanya (insentif) dikeluarkan, tapi mereka tidak tertarik,” ujarnya.

Menurut rencana, penurunan tarif PPh Pasal 21 tersebut diperlukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat sekaligus melengkapi kebijakan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) menjadi Rp3 juta per bulan yang sudah diterapkan.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan