Jakarta, Aktual.com – Kasus penalangan masyarakat Sidoarjo, Jawa Timur akibat terdampak lumpur Lapindo pada beberapa tahun lalu kembali mengemuka pada rapat kerja (raker) Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
Raker kali ini salah satunya, untuk membahas cadangan pembiayaan untuk dana antisipasi PT Lapindo Brantas Inc atau PT Minarak Lapindo Jaya. Kasus lumpur Lapindo yang ditalangi APBN memang selama ini telah banyak menimbulkan kontroversi.
Namun begitu, pihak DPR meminta dana talangan tersebut mesti ditambah, tak hanya untuk warga sekitar yang terdampak, tapi juga untuk kalangan pengusaha yang terkena dampak dari lumpur Lapindo tersebut.
“Selain warga, ada juga pengusaha termasuk di antaranya kalangan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang juga terdampak lumpur Lapindo tersebut,” tandas anggota Komisi XI DPR, Achmad Hatari saat Raker dengan Menkeu di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (18/10).
Menurut Hatari, berdasar hitung-hitungan antara kalangan pengusaha dengan PT Minarak Lapindo Jaya saat itu, dana talangan yang disepakati nilainya mencapai Rp701 miliar.
“Memang seharusnya ada yang proporsional bagi rumah tangga maupun dunia usaha, yang nilainya Rp701 miliar. Dan dana itu, perlu ditalangi dulu ganti ruginya oleh pemerintah,” papar Hatari.
“Jika tak segera diselesaikan, maka tak selesai-selesai. Kalau tidak dianggarkan sekarang pasti akan muncul terus. Saya sampaikan di situ juga ada kebutuhan (dana talangan) untuk pelaku industri yang harus dibayar,” tegas dia.
Pada tahun 2015, pemerintah telah mengalokasikan Rp827 miliar sesuai dengan verifikasi yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk dana talangan ganti rugi warga terdampak lumpur Lapindo.
Dana tersebut baru dikucurkan mencapai Rp773 miliar di tahun lalu. Dan sisanya akan dikucurkan di tahun ini sebanyak Rp54,34 triliun yang dianggarkan dalam APBN Perubahan 2016.
Kebijakan tersebut memang sudah diatur di UU Nomor 12 tahun 2016 APBNP 2016. Disebutkan di penjelasan pasal 21 ayat (2) UU tersebut.
“Pembiayaan dalam negeri yang dialokasikan untuk PMN kepada BPJS Kesehatan, Pembiayaan Investasi kepada BLU Lembaga Manajemen Aset Negara, dan Cadangan Pembiayaan untuk Dana Antisipasi Pembayaran kepada Masyarakat Terdampak Lumpur Sidoarjo, pencairannya dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari Komisi XI DPR,” jelasnya.
Menurut Menkeu, terhadap para perusahaan yang terkena dampak lumpur Lapindo, pemerintah tidak memiliki rencana untuk menalangi ganti ruginya. Kecuali hanya kepada warga.
“Jadi itu (tambahan dana talangan) tidak ada di APBN-P 2016, bahkan di RAPBN 2017. Dan ini memang proses politiknya begitu soal keuangan negara, termasuk aspek hukumnya,” ujar dia.
Selain itu, Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet juga memberi arahan untuk tidak mengalokasikan anggaran untuk dana talangan di luar yang sudah ditetapkan tahun ini sebesar Rp54 miliar.
“Saya baru 3 bulan jadi menteri, jadi masih harus lihat penyusunan anggaran 2016. Tapi di sidang kabinet Februari lalu, arahan Pak Presiden jelas, tidak ada lagi alokasi untuk penggantian korban lumpur Lapindo,” tegas dia.
Untuk para engusaha, ditambahkannya, disepakati dengan Minarak Lapindo dan diselesaikan secara B to B atau business to business.
“Tapi berpegang pada keputusan Mahkamah Agung, terkait apa yang bisa ditalangi, apa yang tidak. Itu yang dipegang pemerintah,” tegas Menkeu.
Angka Rp701 miliar memang muncul berdasar kesepakatan kesepakatan kalangan pegusaha sendiri. Dihitung berdasar, data luas tanah dan bangunan milik pengusaha, dikalikan dengan harga yang diterapkan untuk warga.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka