Jakarta, aktual.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan tak akan memaksakan diri menjaga defisit APBN di bawah 3 persen dari PDB sesuai yang diamanatkan Pasal 17 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Kebijakan diambil terkait wabah virus corona yang meluas di Indonesia.
Sebagai informasi UU Keuangan Negara mengatur bahwa defisit APBN tidak boleh melampaui 3 persen dari PDB. Sikap tersebut ia ambil demi menyelamatkan rakyat dari wabah virus corona.
“Saat ini kami tidak constraint apakah di bawah 3 persen sesuai UU. Fokus kami buat rakyat keselamatan dan kesehatan terjaga dan mengurangi sekecil mungkin risiko bagi masyarakat dan dunia usaha dari kemungkinan terjadi bangkrut,” ujarnya.
Pemerintah dalam APBN 2020 mematok defisit 1,76 persen dari PDB. Namun defisit ternyata berpotensi membengkak 2,2 persen hingga 2,5 persen.
Pembengkakan defisit dipicu oleh virus corona. Atas potensi peningkatan tersebut, Badan Anggaran (Banggar) DPR telah merekomendasikan kepada pemerintah untuk menerbitkan perppu guna merevisi Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Revisi terkait pelonggaran defisit APBN dari 3 persen menjadi 5 persen dari PDB. Menyikapi rekomendasi tersebut, Presiden Jokowi pada Selasa (24/3) menyatakan masih menunggu dukungan politik.
Meskipun demikian, Sri Mulyani tak ingin terlambat. Untuk memastikan pemenuhan anggaran penanganan virus corona, pihaknya akan merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.
Untuk merevisi tersebut, bendahara negara mengaku pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait mekanisme perubahan APBN dalam situasi mendesak.
“Dari komunikasi itu menggambarkan bahwa APBN 2020 pasti mengalami perubahan sangat besar,” ujarnya melalui video conference, Selasa (24/3).
Ia mengatakan indikator makro dalam APBN 2020 dipastikan dapat berubah, seperti pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, dan harga minyak mentah. Dalam APBN 2020, pertumbuhan ekonomi dipatok sebesar 5,3 persen.
Namun, ia menuturkan dalam skenario sedang yakni virus corona dapat ditanggulangi segera, maka pertumbuhan ekonomi hanya berada di kisaran 2,5 persen-3 persen. Sebelumnya, ia sempat mengungkapkan skenario terburuk jika virus itu berlangsung lebih lama, maka pertumbuhan ekonomi bisa 2,5 hingga 0 persen.
Sementara itu, nilai tukar rupiah ditetapkan sebesar Rp14 ribu per dolar AS. Akan tetapi, kekhawatiran pasar akibat virus corona membuat rupiah terdepresiasi hingga ke posisi Rp16.500 per dolar AS pada Selasa (24/3).
Sedangkan harga minyak mentah Indonesia (ICP) ditetapkan US$63 per barel. Faktanya, pada perdagangan Senin (23/3) minyak mentah berjangka Brent di posisi US$27,03 per barel dan minyak West Texas Intermediate (WTI) hanya US$23,36 per barel.
Dengan mempertimbangkan situasi terkini, bendahara negara mengatakan pemerintah mulai menyusun APBN baru.
“Ini yang sedang kami susun, postur APBN baru. Kami masih melakukan inventarisasi nanti kami lihat kebutuhan pusat dan daerah,” imbuhnya.
Selain perkembangan nilai tukar dan harga minyak di pasar, ia juga mempertimbangkan realokasi belanja untuk menanggulangi virus corona. Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Inpres Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019.
Dalam inpres itu pemerintah meminta kementerian/lembaga mengutamakan alokasi anggaran yang ada untuk mempercepat penanganan wabah sesuai protokol.
“Dalam situasi ini, kami masih harus buat postur APBN sesudah terjadinya krisis pandemi ini. Postur berubah dan landasan hukum yang dipakai untuk mengakomodasi emergency dan urgensi yang sudah dilakukan,” tuturnya. [CNN Indonesia]
Artikel ini ditulis oleh:
Eko Priyanto