Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (kanan) bersama Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi (kedua kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR mengenai RUU Pengampunan Pajak di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/6). Dalam rapat tersebut Komisi XI menyetujui RUU Pengampunan Pajak yang selanjutnya akan disahkan pada Rapat Paripurna pada Selasa (28/6). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./aww/16.

Jakarta, Aktual.com- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan pemberlakuan kebijakan pengampinan pajak seperti diatur dalam UU Pengampunan Nasional atau Tax Amnesty tidak menghapuskan pengampunan untuk pidana lain diluar kasus pajak.

“Yang pasti UU ini tidak mengampuni pidana lain kecuali pajak. Jadi tidak ada yang namanya melindungi, menjadi pintu masuk hasil kejahatan,” kata Bambang seusai menghadiri Rapat Paripurna DPR membahas persetujuan UU Pengampunan Pajak di Jakarta, Selasa (28/6).

Bambang mengatakan tidak memberikan larangan kepada para Wajib Pajak yang ingin mengikuti kebijakan pengampunan pajak dengan menggunakan dana hasil tindak kejahatan.

Namun, apabila nantinya ada Wajib Pajak yang secara hukum terbukti menggunakan program ini untuk pencucian uang, maka Wajib Pajak tersebut akan tetap diusut sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

“Kalau dia terbukti sebagai teroris, terbukti ‘drugs’ ya kena juga. Masa dia ikut ‘amnesty’ itu tidak akan menolong dia. Yang penting data ‘amnesty’ tidak boleh dipakai untuk pembuktian awal,” kata Bambang.

Bambang mengingatkan bagi siapapun yang membocorkan data para Wajib Pajak yang mendaftar mengikuti program pengampunan pajak, maka akan terkena hukuman pidana berupa penjara selama lima tahun.

Sementara itu, Bambang juga mengatakan kebijakan pengampunan pajak akan memberikan manfaat untuk menggerakkan perekonomian, karena dana WNI di luar negeri yang masuk akan diinvestasikan agar memberikan dampak ke pertumbuhan ekonomi.

Untuk itu, Bambang menegaskan peran masyarakat sebagai pengawas sangat penting untuk implementasi kebijakan repatriasi modal ini, agar benar-benar bermanfaat dan bisa memberikan kontribusi kepada perekonomian nasional.

Secara keseluruhan, kata Bambang, hadirnya UU Pengampunan Pajak bisa menjadi momentum dari reformasi perpajakan di Indonesia, agar terwujud sistem yang lebih berkeadilan, menjamin kepastian hukum dan tersedianya data yang valid.

“Untuk itu kami berharap UU ketentuan umum perpajakan dapat segera dilakukan pembahasan pemerintah dengan DPR, termasuk nantinya UU PPh, UU PPN, UU PPnBM, UU bea materai, UU PBB dan UU perbankan yang merupakan pondasi dari sistem administrasi perpajakan,” katanya.

Meskipun sudah disetujui sebagai UU, fraksi Partai Demokrat dan PDI-P memberikan Minderheit Nota (catatan keberatan) karena belum menyetujui sebagian pasal yang diusulkan terutama terkait asal muasal dana dan besaran tarif tebusan.

Fraksi Partai Demokrat menilai pajak terutang dalam UU ini seharusnya tetap dibayar agar memberikan keadilan bagi Wajib Pajak yang selama ini taat melaksanakan kewajiban perpajakan, tidak hanya keringanan berupa pengampunan sanksi denda dan pidana.

Selain itu, harta maupun aset yang dilaporkan Wajib Pajak idealnya merupakan harta yang legal, tidak berasal dari tindakan terorisme, narkoba, perdagangan manusia dan korupsi, agar tidak menjadi legalisasi pencucian uang.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara