Ambon, Aktual.com — Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan mendukung tindakan Pemerintah Provinsi Maluku menutup aktivitas penambangan emas ilegal di Gunung Botak, Kabupaten Pulau Buru.
“Penambangan liar memang harus dihentikan dan ditutup. Syukur saya mendengar dari Gubernur Maluku Said Assagaff bahwa Gunung Botak juga sudah ditutup,” kata Menko Luhut disela – sela Musyawarah Besar (Mubes) Masyarakat Maluku (MAMA), di Ambon, Kamis (26/11).
Luhut mengingatkan Pemprov Maluku jika areal pertambangan emas Gunung Botak akan dikelola, hendaknya menggunakan teknologi yang ramah lingkungan serta tidak menggunakan bahan berbahaya terutama merkuri dan sianida.
“Saya terkejut mendengar penjelasan Gubernur Said bahwa ternyata yang memasok dan menggunakan merkuri serta sianida para areal pertambangan di Gunung Botak ternyata para penambang dari luar Maluku,” ujarnya.
Penggunaan merkuri dan sianida tidak hanya merusak lingkungan sekitar atau tumbuhan mati, tetapi lebih dari yang terkena dampak paling berbahaya adalah generasi penerus bangsa di Maluku di masa mendatang.
Dia menegaskan, areal pertambangan yang dilakukan secara ilegal di berbagai daerah di tanah air harus segera ditutup.
“Jika dibiarkan terus berlangsung maka dikhawatirkan dalam kurun 10 tahun mendatang ada satu generasi yang hilang atau lahir dengan kondisi keterbelakangan mental atau bodoh,” tegasnya.
Dia menambahkan, langkah tegas penutupan lokasi penambangan ilegal di berbagai daerah dengan melibatkan TNI dan Polri, merupakan dalah satu solusi untuk mencegah berulangnya kasus Minamata di Jepang tahun 1953, atau di Teluk Buyat di Sulawesi Utara.
“Karena itu saya mengimbau pemprov serta aparat keamanan untuk bertindak tegas menutup semua kegiatan penambangan emas tanpa izin (PETI) di berbagai wilayah di tanah air, sehingga tidak terulang lagi berbagai kasus pencemaran lingkungan maupun penyakit,” tandasnya.
Kegiatan penambangan emas ilegal di Gunung Botak, Pulau Buru dimulai sejak tahun 2011, di mana pada periode 2012 -2013 tercatat sebanyak lebih dari 30 ribu penambang yang datang dari berbagai daerah melakukan aktivitas penambangan di lokasi seluas 250 hektar tersebut.
Aktivitas penambangan yang dilakukan dengan menggunakan merkuri dan sianida secara berlebihan menyebabkan daerah aliran sungai (DAS) Anahoni yang bermuara di Teluk Kaiely mengalami kerusakan sangat parah.
Aliran air pada DAS tersebut menjadi kering serga ribuan tanaman sagu mati, selain itu, terdapat ratusan kolam rendaman yang mengandung bahan beracun dan logam berat akibat penggunaan merkuri dan sianida secara berlebihan, dibiarkan begitu saja oleh para penambang.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan