Jakarta, Aktual.com – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto merasa kalau partai politik di tanah air hinggi kini belum memiliki panduan yang seragam untuk bisa memproduksi calon pemimpin yang baik dari segala aspek.
Padahal menurut Wiranto, masalah ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagi partai dan pemerintah selaku pihak yang berwenang membuat aturan untuk mengatur segala tindak-tanduk parpol.
Terlebih, parpol merupakan salah satu faktor untama dalam menjalankan sistem demokrasi. “Parpol itu pilar utama dari demokrasi, ia yang mempunyai suatu hak dengan tanda kutip seakan-akan melahirkan pemimpin formal di Indonesia, apakah Presiden, Gubernur, Wali Kota, dan sebagainya,” papar dia saat ditemui di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (24/11).
Wiranto kemudian mempertanyakan bagaimana sistem yang dijalan oleh setiap parpol dalam menyiapkan kader-kadernya untuk berkompetisi dalam pesta demokrasi yang dinamakan Pilkada.
Maka dari itu, Ketua Umum Partai Hanura nonaktif ini menginginkan adanya sebuah sistem perencanaan kaderisasi yang seragam dan dianut oleh seluruh parpol di tanah air. Harapannya, setiap parpol nantinya dapat memproduksi kader yang memiliki kompetensi dalam memimpin.
“Apakah parpol itu punya acuan atau satu panduan, satu keseragaman atau satu basis perencanaan, untuk bagaimana mereka bisa hasilkan para pemimpin yang punya kompetensi dan berintegritas, yang bisa menjadi change leader dalam suatu proses bangsa yang sedang membangun. Ini problemnya,” terangnya.
Sekadar informasi, pemaparan yang disampaikan Wiranto untuk menanggapi program tentang kode etik politisi dan partai politik, serta panduan rekrutmen dan kaderisasi partai, yang diluncurkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam program ini, KPK menitikberatkan terhadap beberapa syarat. Pertama, substansi kode etik ini akan menjadi bagian penting dari UU tentang Partai Politik. Kedua, naskah ini menjadi salah satu persyaratan apabila negara akan memberikan dana kepada partai politik yang berasal dari APBN.
Ketiga, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menjadikan naskah ini sebagai sebagian dari persyaratan bagi partai politik yang mendaftarkan diri sebagai badan hukum. Keempat, adanya tekanan masyarakat kepada partai politik agar naskah ini terinternalisasi di dalam jiwa, pikiran dan tindakan para politisi dan partai politik.[M Zhakcy Kusumo]
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid