Jakarta, Aktual.co — Tak hanya perihal adanya perbaikan ekonomi Amerika Serikat yang digadang sebagai pendorong penguatan mata uang Negeri Paman Sam itu, Menko Perekonomian Sofyan Djalil mengemukakan terkait adanya faktor domestik yang turut memicu pelemahan rupiah, yakni pembayaran utang luar negeri. Rupiah berada di zona tertekan lantaran permintaan valas yang meningkat.
“Ada utang jatuh tempo dan mereka membutuhkan dolar,” ujarnya di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/3/2015).
Data Bank Indonesia (BI) menyebutkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan IV-2014 tercatat sebesar US$ 292,6 miliar. Naik 9,9% dari posisi akhir 2013 sebesar US$ 266,1 miliar.
Kendati demikian, Sofyan menilai tekanan terhadap rupiah masih normal dan hanya berlangsung sementara. Serangkaian kebijakan pun telah disiapkan agar ekonomi lebih stabil. “Kondisi ini hanya sebentar saja,” sebutnya.
Seperti diketahui, dolar Amerika Serikat (AS) semakin hari semakin ‘diatas angin’, mata uang utama beberapa negara pun terpuruk, termasuk mata uang ‘garuda’. Berdasarkan data Reuters, dolar AS saat ini diperdagangkan di level Rp 13.202, dengan posisi dolar AS terkuat di level Rp 13.240.
Disisi lain, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan penguatan dolar merupakan gejala ekonomi dunia saat ini. “Ini gejala dunia, yen dan euro terkena masalah yang sama,” jelas Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (11/3/2015).
Memang, dolar kini makin perkasa terhadap mata uang dunia. Penguatan tersebut didorong oleh membaiknya perekonomian negeri Paman Sam itu. Namun mengapa pelemahan rupiah menjadi yang paling rendah? “Mungkin investor melihat karena ada masalah-masalah,” jawab JK. “Jadi bukan wajar atau tidak. Cuma kondisi sekarang memang lagi ada pelemahan,” imbuh JK.
Dalam hal ini, jelas JK, pemerintah tengah mencoba memanfaatkan momentum penguatan dolar dengan cara menggenjot ekspor barang dalam negeri. “Sekarang pemerintah akan berupaya meningkatkan ekspor,” pungkas JK.
Artikel ini ditulis oleh: