Jakarta, Aktual.com – Koalisi Mahasiswa Indonesia Timur Untuk Mengawal Nawacita (KOMITMEN) menolak rencana penurunan tarif interkoneksi yang akan diberlakukan oleh Menteri Kominfo.
“Penolakan ini sebagai wujud rasa peduli dan tanggung jawab kami selaku mahasiswa kepada masyarakat, khususnya di Kawasan Timur Indonesia. Kami menilai, penurunan tarif interkoneksi yang akan diberlakukan berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara dan hanya menguntungkan operator telekomunikasi asing,” ujar perwakilan KOMITMEN dari Maluku, Abdul Rahim dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (4/9).
Langkah tersesebut sejalan dengan FSP-BUMN Strategis yang secara tegas menolak rencana penurunan tarif interkoneksi oleh Kementerian Kominfo. Menurutnya, kebijakan apapun yang dikeluarkan Pemerintah harus menjunjung tinggi azas keadilan.
“Apalagi kebijakan ini akan merugikan operator telekomunikasi yang notabene adalah perusahaan negara, dan hanya akan menguntungkan operator telekomunikasi asing yang selama ini hanya membangun jaringan di kota-kota besar saja. Bagi kami, hal ini sangat disayangkan. Kami berharap Pemerintah dapat fokus untuk menyediakan layanan telekomunikasi hingga ke pelosok. Saat ini yang kami rasakan di Kawasan Timur Indonesia, masih sangat dibutuhkan perluasan jaringan,” tambahnya.
Perwakilan KOMITMEN dari NTT, Ahmad Nasir Rarasina, menyampaikan terima kasih kepada Telkom dan Telkomsel yang terus membangun jaringan hingga ke pelosok NTT.
“Kami juga menolak kebijakan penurunan tarif interkoneksi yang secara substansi tidak menguntungkan masyarakat, bahkan berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi negara jika kebijakan ini benar-benar diberlakukan. Sebagai mahasiswa, kami merasa terpanggil untuk secara beriringan menyuarakan kebenaran. Kami tak ingin masyarakat terjebak opini seolah-olah penurunan tarif interkoneksi menguntungkan masyarakat. Bagi kami tidak demikian karena sebagaimana catatan yang kami miliki, komponen biaya interkoneksi hanya 10-15 persen dari tarif telpon lintas operator,” jelasnya.
Untuk Kawasan Timur Indonesia seperti di Papua, lanjutnya, masih banyak masyarakat yang belum menikmati jaringan telekomunikasi.
“Jika ada pihak yang bilang penurunan tarif interkoneksi akan menguntungkan masyarakat, itu seperti angin syurga, cuma enak didengar,” jelasnya.
Seharusnya tarif interkoneksi ditetapkan berdasarkan biaya masing-masing operator telekomunikasi. Dengan begitu masyarakat diuntungkan, dan tidak ada satupun operator telekomunikasi dirugikan, yang pada akhirnya tidak akan menimbulkan kerugian bagi negara.
Sementara itu, Ketua FSP-BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto menyatakan akan terus menyuarakan penolakan terhadap rencana kebijakan Menteri Kominfo tersebut. Kebijakan interkoneksi ini juga akan diikuti dengan Revisi PP 52 dan 53 Tahun 2000 terkait network sharing.
“Jika revisi ini berjalan, operator telekomunikasi yang malas membangun jaringan menjadi semakin malas. Dari sisi regulasi, kami menilai ini seperti memberi fasilitas kepada operator telekomunikasi asing secara berlebihan. Padahal di dalam modern licensing, ada kewajiban setiap operator telekomunikasi untuk membangun jaringan sesuai komitmen pembangunannya. Jangan sampai regulasi ini merugikan operator telekomunikasi yang telah bersusah payah membangun jaringan,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka