Jakarta, Aktual.com — Masuknya Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015, merupakan hasil ultimatum DPR RI kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM), Yasonna Laoly menegaskan bahwa rencana revisi UU KPK merupakan catatan khusus dari Komisi III DPR RI, ketika membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pengesahan tiga Pelaksana Tugas (Plt) pimpinan KPK.

“Dalam Prolegnas, revisi itu diajukan oleh DPR, bukan oleh Pemerintah! Kemudian, pada waktu pembahasan Peppu Nomor 1 Tahun 2015 tentang KPK, DPR melalui Komisi III yang ditugaskan membahas Perppu KPK membuat catatan persetujuan untuk segera mengajukan revisi UU KPK,” papar Yasonna, saat dikonfirmasi, Senin (22/6).

Lebih jauh disampaikan Yasonna, jikalau saat itu Kemenkum HAM tidak menyetujui catatan khusus tersebut, DPR tidak akan mengesahkan Perppu tiga Plt komisioner KPK.

“Kalau tidak, DPR tidak menyetujui Perppu (pengesahan tiga Plt pimpinan KPK), apalagi pada waktu itu tengat waktu persetujuan DPR sudah dekat, kalau tidak Perppu tidak berlaku. Konsekwensinya, pengangkatan Komisioner KPK yang tiga orang itu batal, kalau Perppu KPK tidak disetujui,” bebernya.

Oleh karena itu, demi kesempurnaan kewenangan lembaga antirasuah, Kemenkum HAM menerima catatan khusus dari Komisi III DPR. Politisi PDI-Perujuangan itu pun kembali menegaskan, bahwa inisiatif revisi UU KPK bukan berasal dari pemerintah, melainkan DPR.

“Kita terima catatan tersebut. Itu sebabnya, dalam pengajuan revisi Prolegnas, Revisi UU KPK dimasukkan untuk 2015, yang sebelumnya direncanakan 2016.

“Jadi, sikap pemerintah sebenarnya jelas. Sejak awal tidak berinisiatif mengajukan revisi RUU KPK,” pungkasnya.‎

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby