‎Jakarta, Aktual.com — Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly seakan tidak mau dikritik mengenai wacana pemberlakukan pasal tentang penghinaan terhadap Presiden. Dia mengatakan, jika pihaknya hanya meneruskan rencana yang lebih dulu dicetuskan di era pemerintahan Susilo Babang Yudhoyono.

“Ini pasal udah ada pada pemerintahan yang lalu. Pada saat itu sudah ada, tapi belum pernah di bahas. Jangan berkesan, pemerintah kembali ingin menghidupkan pasal itu,” papar Yasonna, di gedung Kemenkum HAM, Jakarta, Senin (10/8).

Polikus PDI-P itu menjelaskan, nantinya pasal penghinaan Presiden akan dibahas dengan seluruh lembaga terkait, termasuk DPR. Oleh karen itu, dia meminta agar aturan tersebut tidak dipolitisir.

“Pasal ini dibahas oleh tim, jadi nanti akan secara bergiliran. Kita sudah jelaskan, tapi yang muncul politisasinya. Jadi biarkan dibahas di DPR dulu, minggu ini mulai sidang perdana,” pinta Yasonna.

Dia pun sekali lagi menegaskan, agar semua pihak bisa bekerja sama dalam menentukan, apakah pasal penghinaan Presiden merupakan kebutuhan hukum yang harus diterapkan di Indonesia.

“Pasal itu masih belum disahkan, Belanda masih jauh. Itu pasal masih jauh dalam pembahasan,” pungkasnya.

Mengenai pasal penghinaan terhadap Presiden, memang telah mendapatkan respon. Salah satunya, adalah dari SBY.

Pentolan partai Demokrat itu mengatakan, saat dia menjabat pasal tersebut memang ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu pun dia sadari, lantaran dalam pengaplikasiannya sangat subjektif.

“Pasal penghinaan, pencemaran nama baik dan tindakan tidak menyenangkan tetap ada ‘karetnya’, artinya ada unsur subjektifitasnya,” ujar SBY, melalui akun twitter resmi miliknya, @SBYudhoyono, Minggu (9/8).

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby