Kiri-kanan; Pengamat Politik Yudi Latif, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Ketua Umum PGK Bursah Zanubi, Direktur Sabang-Merauke Circle, Syahganda Nainggolan saat menghadiri diskusi di Jakarta, Jumat (27/1/2017). Diskusi yang diselenggarakan Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) dengan tema "Kerukunan Nasional Dan Tantangan Kebangsaan".

Saudaraku, ibarat cinta yang tak berbalas, kau pantas kecewa dengan balasan yang kauterima dari negaramu. Dari pemilu ke pemilu, kau turut merayakan pesta demokrasi hingga bertengkar ihwal jagomu, untuk diabaikan pasca pemilihan.

Gaji-tunjangan wakil rakyat kian melambung, tapi mutu deliberasi, legislasi dan pengawasan makin anjlok. Tak ada persambungan antara aspirasi dan representasi, antara suara rakyat dan prioritas perundangan-kebijakan. Dalam banyak kasus, rakyat memilih wakilnya hanya untuk jadi pemburu rente.

Birokrasi makin tambun posturnya, makin luas cakupannya, tapi pelayanan publik tetap lambat-berbelit, saling lempar tanggung jawab. Jabatan makin tambah bukan demi efektivitas tata kelola, namun demi berbagi jatah. Pegawai makin limpah, hanya untuk beratkan biaya rutin dan habiskan anggaran.

Namun, percayalah tiada cinta yang sia-sia. Cinta takkan habis-mati karena diberikan. Ibarat nyala lilin yang tak mematikan dirinya walau apinya ditularkan ke deretan lilin yang lain.

Semakin banyak diberikan, pijar api cinta makin berpendar menerangi kehidupan. Bila api cintamu tak mampu menembus dinding hati para pemimpinmu, masih ada jutaan hati yang bisa memantulkan sinar kasihmu.

Jika khianat negara tak bisa lagi kau ubah dengan tanganmu, jangan biarkan nuranimu ikut meredup. Masih ada orang baik di parlemen dan birokrasi yang memerlukan dukungan hati publik. Kalaupun sulit dipertautkan, setidaknya sinar kasihmu masih bisa dipancarkan pada sesama.

Tak perlu menunggu belas kasih negara yang matihati. Bukankah kehidupan terus berjalan tanpa kehadiran negara? Berangkatlah kerja, karena anak panah tak bisa menembus sasaran tanpa melesat dari busurnya. Air yang tak mengalir jadi sumber penyakit.

Seperti kupu-kupu yang tak lelah berjelajah. Sunggingkan senyum pada sesama di berbagai ruang perjumpaan. Tularkan gairah kerja di tengah perkantoran. Tebarkan benih di lumpur persawahan. Berikan perhatian bagi yang sakit dan menderita.

Satu kepakan kupu-kupu memang tak berdaya. Tapi kepakan jutaan kupu-kupu yang bergerak serempak melahirkan tornado perubahan.

Dengan memperluas jaringan silih asih, asah dan asuh antarsesama, kalian bisa menolong negaramu.

 

Makrifat Pagi, Yudi Latif

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: As'ad Syamsul Abidin