Jakarta, Aktual.com – Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Bali melihat kondisi sebagian keluarga di Pulau Dewata yang masih menomorduakan pendidikan bagi anak perempuan mereka, turut menjadi penyebab masih tingginya angka putus sekolah.
“Seringkali anak perempuan usia sekolah, terpaksa harus bekerja dan putus sekolah untuk membantu ekonomi keluarga mereka. Inilah masih menjadi PR bagi kita semua,” kata Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali Tjokorda Istri Agung (TIA) Kusuma Wardhani, di Denpasar, Rabu (24/1).
Menurut TIA, masih ada saja warga Bali yang hanya memprioritaskan pendidikan bagi anak laki-laki mereka, dibandingkan dengan anak perempuannya. Sementara anak perempuan diminta mengalah untuk bekerja dan membantu orang tua, baik itu anak sulung maupun anak bungsu.
“Jadi, selain karena faktor ekonomi, penyebab putus sekolah juga disebabkan karena masih rendahnya pemahaman orang tua terkait pentingnya pendidikan, sehingga anak usia sekolah, apalagi yang perempuan sudah diminta mulai bekerja,” ucapnya.
Selain itu, tambah TIA, tingginya angka putus sekolah (khususnya pada jenjang pendidikan menengah) disebabkan karena hubungan keluarga yang kurang harmonis, pernikahan dini, serta faktor geografis karena susahnya akses ke sekolah.
Untuk tahun pelajaran 2015/2016, dari total 905 anak yang putus sekolah dari semua jenjang pendidikan di Bali, sebanyak 441 anak terpaksa putus sekolah di jenjang SMA/SMK/MA.
Dari 441 siswa tersebut, sebaran angka putus sekolahnya di sembilan kabupaten/kota yakni di Kabupaten Buleleng (150), Denpasar (111), Karangasem (51), Gianyar (48), Tabanan (31), Bangli (23), Klungkung (19), Badung (4), Jembrana (4).
Sedangkan jika dilihat dari tiga tahun terakhir, angka putus sekolah untuk jenjang SMA/MA/SMK di Bali, persentasenya mengalami penurunan yakni pada tahun pelajaran 2013/2014 jumlahnya 739 orang (0,46 persen) dan pada tahun pelajaran 2014 2014/2015 ada 624 orang (0,38 persen) dan pada 2015/2016 sebanyak 441 orang (0,26 persen).
Meskipun sebagian keluarga di Bali masih ada yang menomorduakan pendidikan anak perempuannya, tetapi TIA bangga dengan semangat anak perempuan Bali yang telah menempuh pendidikan di SMAN Bali Mandara.
Di SMA unggulan milik Pemprov Bali yang diperuntukkan bagi siswa dari keluarga miskin berprestasi tersebut, dalam kurun waktu enam tahun ini justru didominasi para siswi.
“Apa mungkin karena anak laki-lakinya lebih manja? Tidak sedikit anak laki-laki ketika sudah diterima, mereka malah mengundurkan diri karena takut merantau,” ucap TIA.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka