Jakarta, Aktual.com– Cuplikan lagu “Maju Tak Gentar” karya W.R. Supratman seolah sedang diaransir lagi oleh Menpar Arief Yahya. Lirik: Maju Serentak Tentu Kita Menang, menjadi inspirasi Rapat Koordinasi Nasional IV Kepariwisataan yang digelar Kemenpar di Hotel Sultan selama dua hari, 6-7 Desember 2016. “Kalau ingin maju, kita harus tetapkan musuh bersama. Kalau mau menang kita harus kompak, solid, dan maju serentak,” kata Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI.
Spirit itulah yang mendasari lahirnya, Indonesia Incorporated. Bangsa Indonesia harus bersatu, mensinergikan kekuatan, memperkuat semua lini. Begitupun di pariwisata, jika ingin bersaing di level global harus menyatukan langkah menuju satu cita-cita. “Kalau kita bersinergi, tidak ada yang bisa mengalahkan Pariwisata Indonesia,” katanya.
Standarnya pun harus global, tidak lagi terkotak-kotak oleh birokrasi yang sempit, dan membelit kepentingan yang lebih jauh. “Memajukan Pariwisata sama dengan memajukan perekonomian bangsa ini. Karena pariwisata adalah penyumbang PDB, Devisa dan Lapangan Kerja yang paling mudah dan murah,” kata Arief Yahya, saat menjadi keynote speech di Rakornas yang menghadirkan banyak pemangku kepentingan itu.
Paling mudah dan murah? Sekitar 700 peserta Rakornas IV Pariwisata pun terdiam sejenak. Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menpora Imam Nahrawi, Dirut Garuda Indonesia Arif Wibowo, Dirut Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin, Gubernur Sumsel Alex Noerdin, Dirut PT Citilink Indonesia Albert Burhan, dan sejumlah pejabat Kementerian BUMN, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Ketua ASITA Asnawi Bahar, kalangan akademisi, industri, asosiasi pariwisata, dan media massa pun kut mengerenyitkan dahi.
Tapi, Menpar Arief Yahya langsung menjawabnya dengan data dan angka yang konkrit. Semua dijelaskan dengan detil. “Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan pernyataan tegas dan jelas, bahwa pariwisata bakal digas penuh menjadi core economy bangsa Indonesia. Budget promosi dinaikkan 4-5 kali lipat dari sebelumnya. Dan hal itu disampaikan dalam acara Kompas 100 CEO Forum di JCC Senayan, 24 November 2016. Lalu diulang soal target 20 juta wisman di 2019 dalam forum sosialisasi Tax Amnesty Periode II di Hotel Clarion Makassar, Sulsel, 25 November 2016,” ungkap Arief Yahya.
Presiden Jokowi lagi-lagi mengulangi statemen yang sama di forum Kadin (Kamar Dagang dan Industri) dan Acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, dengan tema yang sama. Dengan intonasi yang sama, perhatian yang sama, yakni pariwisata menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia ke depan.
Komitmen Presiden Jokowi sampai empat kali, bagi Menpar Arief Yahya, sudah sangat tegas keseriusannya dalam memajukan sektor pariwisata.
Mengapa harus pariwisata yang digas? Pertama, PDB pariwisata sudah menyumbangkan 10% PDB nasional. Prosentasenya tertinggi di ASEAN. Angka pertumbuhan PDB pariwisata nasional juga lumayan tinggi. Saat ini, PDB pariwisata nasional tumbuh 4,8% dengan trend naik sampai 6,9%, jauh lebih tinggi daripada industri agrikultur, manufaktur otomotif dan pertambangan. “Performance pariwisata terus menanjak dan optimisme itu kian terbentuk,” ujarnya.
Kedua, devisa pariwisata tak main-main. Investasi USD 1 juta, di sector ini akan menghasilkan PDB USD 1,7 juta atau 170%. Hal itu ditegaskan lagi oleh Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro yang mantan Kemenkeu RI itu. “Pariwisata memiliki multiplying effect yang paling besar dan konkret di masyarakat,” jelas Bambang Brodjonegoro. Bambang juga mengakui, hanya Pariwisata yang grafik perolehan devisanya mengalami trend naik, di tengah kelesuan ekonomi dunia saat ini.
Menpar Arief Yahya menambahkan lagi, kalau selama ini orang mengkategorikan industri itu menjadi migas dan non migas, maka kelak industri itu akan menjadi pariwisata dan non pariwisata.
Rangking dari devisanya? Ada di posisi empat besar penyumbang devisa nasional. Prosentasenya mencapai 9,3% dibandingkan industri lainnya. Dan bila ditarik ke prosentase pertumbuhan penerimaan devisa, pariwisata bahkan memperlihatkan pertumbuhan yang paling menggembirakan. Prosentase pertumbuhannya paling tinggi, menembus 13%.
Soal lapangan kerja, pariwisata juga bisa menjadi solusi. Pariwisata itu penyumbang 9,8 juta lapangan pekerjaan, atau sebesar 8,4% secaranasional dan menempati urutan ke-4 dari seluruh sektor industri. Angka pertumbuhannya mencapai 30% dalam waktu 5 tahun. Cost-nya? Sangat murah. Marketeer of The Year 2013 itu dengan tegas menyebut pariwisata sebagai pencipta lapangan kerja termurah. “Memang termurah. Pariwisata bisa meng-create job opportunity hanya dengan USD 5.000/satu pekerjaaan. Coba banding dengan rata-rata industri lainnya yang sudah sebesar USD 100.000/satu pekerjaan,” kata Arief.
Atas dasar potret perekonomian yang seperti tadi, dengan cepat bisa diraba bahwa pariwisata memang sektor yang paling seksi untuk dijadikan core business. Saat ini ada lima yang menjadi prioritas nasional, yakni infrastructure, pangan, energi, maritim, dan pariwisata.
Kebetulan, di belahan bumi manapun, pariwisata tetap jadi primadona. Meskipun krisis global terjadi beberapa kali, jumlah perjalanan wisatawan internasional tetap menunjukkan pertumbuhan yang positif. Dari 25 juta (1950), 278 juta (1980), 528 juta (1995), 1,14 miliar (2014), hingga mencapai 1,18 miliar (2015).
Hal lainnya, efek domino dari pariwisata itu dahsyat dan sangat signifikan. Dari data World Bank, setiap belanja USD 1 akan mendorong dan menggerakkan sektor ekonomi lain minimal USD 3,2. Dan pariwisata adalah salah satu penggerak dari sektor utama lainnya, seperti ekonomi, globalisasi, konektivitas, integrasi dan pengembangan sosio-ekonomi. Dan yang paling penting, pariwisata itu cocok untuk siapa saja. Pria, wanita, muda, tua, paruh baya, berasal darimana saja, dari level apa saja, semua butuh pariwisata. “Karena itu, kami semakin yakin, apa yang diputuskan Presiden Joko Widodo itu sudah berada di rel yang benar. Pariwisata menjadi salah satu sektor prioritas, selain Infrastruktur, Energi, Pangan dan Maritim. Kita punya semua potensi yang dibutuhkan untuk menghidupkan pariwisata sebagai pendongkrak ekonomi nasional,” sebut Arief Yahya dalam forum yang dihadiri para Kadispar se Indonesia itu.
Namun, pariwisata tak bisa bergerak sendirian. Untuk mencapai tahapan pendongkrak ekonomi nasional, pariwisata harus dikeroyok rame-rame. “Semangatnya harus Indonesia Incorporated. Akademisi, pelaku bisnis, komunitas, pemerintah, dan media harus bersatu. Negara ini hanya akan dapat memenangkan persaingan ditingkat regional dan global apabila seluruh Kementerian/Lembaga yang ada bersatu padu untuk fokus mendukung Core Business yang telah ditetapkan. Maju serentak tentu kita menang,” ungkap dia.
Di 2017 nanti, Kemenpar bakal fokus tiga hal, menggeber digital tourism, homestay desa wisata, dan konektivitas udara. Go digital, menjadi strategi yang harus dilakukan khususnya untuk merebut pasar global sebagai pasar utama. “Kondisi pasar sudah berubah. Wisatawan melakukan perjalanan mulai dari mencari dan melihat-lihat informasi, kemudian memesan paket wisata yang diminati, hingga membayar, via online. Gaya hidup wisatawan dalam mencari informasi destinasi, memperbandingkan antar produk, memesan paket wisata, dan berbagi informasi kini telah mereka lakukan secara digital. Dengan kata lain kini 70% travellers melakukan search and share menggunakan media digital,” kata Menpar Arief Yahya.
Urusan amenitas, ada homestay yang sudah disiapkan. Di 10 destinasi wisata prioritas (Danau Toba-Sumatera Utara; Tanjung Kelayang-Bangka Belitung; Tanjung Lesung-Banten; Kepulauan Seribu-DKI Jakarta; Candi Borobudur-Jawa Tengah; Bromo Tengger Semeru-JawaTimur; Mandalika-Lombok NTB; Labuan Bajo-Flores NTT; Wakatobi-Sulawesi Tenggara; dan Morotai-Maluku), akan dibangun 100 ribu homestay. Pembangunannya bakal segera dimulai 2017 nanti. “Desainnya sudah ada. Semua diambil dari sayembara homestay Nusantara berarsitektur tradisional di 10 destinasi prioritas yang sudah digelar Kemenpar, Oktober 2016. Di 2017, pembangunannya sudah bisa running,” ungkap Menpar.
Upaya ini juga dibarengi dengan kesiapan akses. Untuk akses, Menpar Arief Yahya mengaku sudah menyiapkan ketersediaan kapasitas seat sebanyak 19,5 juta. Semua disupply berbagai maskapai penerbangan Indonesia dan asing. “Saat ini, hanya cukup untuk memenuhi target kunjungan 12 juta wisman pada 2016. Target 15 juta wisman tahun 2017 membutuhkan tambahan 4 juta seat. Sedangkan untuk target 20 juta wisman pada 2019 memerlukan total tambahan 10,5 juta seat pesawat. Tambahan 4 juta seat untuk mendukung pencapaian target 15 juta wisman sudah dilakukan dengan berbagai upaya antara lain memastikan kecukupan slot bandara tertentu, memastikan kecukupan air service agreement serta menambah direct flight regular berjadwal maupun charter dari pasar potensial,” ulasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs