Jakarta, Aktual.Com– Rakornas Kepariwisataan IV 2016 yang berlangsung 6-7 Desember 2016, di Hotel Sultan, Jakarta sudah mirip aksi korporasi saja. Bukan lagi “parade pidato” dan “lomba presentasi” yang melebar kemana-mana, tetapi konvergen menuju target jangka pendek dan menengah. Keluarannya, menciptakan program untuk mengejar quick win triwulan I tahun 2017, menuju target spektakuler 15 juta tahun depan, atau growth 25% di saat tourism dunia hanya bertumbuh 4,4% dan regional ASEAN naik 5,1%.

“Hasil yang luar biasa, hanya bisa dicapai dengan cara yang tidak biasa!” sebut Menpar Arief Yahya mengawali closing statement di Rakornas IV 2016 itu. Peserta di-cluster ke dalam tiga komisi, sesuai dengan top 3 prioritas, yakni Go Digital Initiatives, Homestay Desa Wisata dan Air Connectivity. Masing-masing menghitung detail, carrying capacity atau daya tampung destinasi di 3A, –atraksi, akses, amenitas—terutama 3 greaters –Bali, Jakarta, Kepri–, 10 destinasi branding, 10 Bali Baru yang sudah siap.

Mereka juga mengukur kecepatan industri dalam penggunaaan platform digital selling, dengan percepatan mengaktivasi ITX –Indonesia Travel Xchange. Digital market place khusus tourism yang diendors Kemenpar dan sudah disosialisasikan di 7 kota, dari Batam Kepri, Medan Sumut, Banda Aceh NAD, Jakarta, Bali, Lombok, hingga Labuan Bajo. “Promosi yang selama ini bertitik berat di Branding dan Advertising, mulai bergeser ke Selling. Ingat BAS,” kata Arief Yahya.

Branding itu dilakukan gencar di tahun pertama, Advertising digeber tahun kedua, memasuki tahun ketiga bando bergerak ke Selling. Kalau branding itu merebut mind dan mencuri pikiran orang sedunia. Advertising sudah mulai mempersuasi orang untuk berwisata ke Tanah Air. Selling sudah to the point, buat mereka tidak bisa menolak untuk berwisata ke Indonesia!

Soal Air Connectivity atau akses udara, Menpar Arief Yahya terus memperbesar daya angkut atau seats capacity, yang di tahun 2017 nanti sudah minus 4 juta seats. Sedangkan urusan airline, airport dan authority soal angkutan udara itu domain-nya bukan di Kemenpar. Dibutuhkan total collaboration, dengan Kemenhub, Airlines, Airnav, dan Angkasa Pura. “Saya sebang Pak Menhub Budi Karya Sumadi sangat paham pariwisata, dan tahu apa yang harus disupport buat pengembangan destinasi wisata,” jelas Arief Yahya.

Sejak dua bulan silam, problem “jembatan udara” buat Indonesia yang berkepulauan ini sudah terdeteksi. Karena itu Menpar Arief Yahya bersama tim Kemenpar melakukan roadshow ke industri Airlines, Angkasa Pura I-II dan Authority, dalam hal ini Kemenhub. Gaya swasta, tidak terlalu protokoler, langsung bicara seolah-olah seperti B to B, mencari solusi terbaik. “Karena 75% wisatawan itu masuk ke tanah air dengan airlines. Lalu 24% dengan penyeberangan, dan 1% di perbatasan. Sentuh yang terbesar dulu, untuk quick win,” katanya.

Bagaimana mengatasi problem air connectivity itu? Dorong airlines terbang ke destinasi wisata di tanah air. Dorong jam beroperasi airport lebih panjang, hingga 24 jam. Dorong deregulasi, kemudahan penambahan slot bagi pesawat yang hendak masuk ke Indonesia. “Lakukan joint promo dan paket hard selling,” ujarnya.

Ketika Go Digital sudah running. Lalu Akses udara mulai terbuka lebar, maka bottlenecking selanjutnya adalah amenitasnya. Jumlah kamar hotel, resort, vila yang harus siap dalam jumlah besar. “Nah, di sinilah homestay desa wisata juga harus dikebut untuk mendapatkan quick win. Q-1 tahun 2017 harus bisa bangun 1.000 homestay, dibagi ke-10 top destinasi, sehingga masing-masing 100 homestay desa wisata. Di luar 10 Bali Baru itu silakan diusulkan. Target 2017 adalah 20.000 homestay,” tegas Arief Yahya, yang diiyakan Ketua Pojka 10 Top Destinasi, Hiramsyah Sambudy Thaib.

Tiga point penting dalam Rakornas itu Go Digital, Akses Air Connectivity, dan Homestay Desa Wisata menjadi pegangan semua tim Kemenpar untuk melangkah di kuartal pertama 2017. “Rekomendasi dari tiga komisi yang membicara tiga hal itu, harus dijalankan dengan corporate culture Kemenpar yang Solid, Speed, dan Smart! Sesuai dengan tema Indonesia Incorporated, kita sendiri juga harus Kemenpar Incorporated,” pesan Arief Yahya.

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs