Jakarta, Aktual.com — Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengatakan perizinan pembangunan smelter yang selama ini berada di dua kementerian akan didorong untuk terpadu satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

“Ini kita konsolidasikan agar investor tidak pusing, pemerintah akan mendorong satu pintu pelayanan ke BKPM,” kata Saleh seusai rapat koordinasi membahas pembangunan smelter di Jakarta, Kamis (7/4).

Saleh mengatakan upaya konsolidasi ini dilakukan untuk menarik minat investor dalam mempercepat pembangunan smelter pengolahan bahan mineral mentah, meskipun saat ini harga komoditas tambang sedang menurun.

“Ini semua kita dorong, untuk menambah jumlah smelter di Indonesia yang saat ini sudah berjalan sebanyak 20 smelter. Kebanyakan untuk nikel, bauksit dan mangaan,” ujar Saleh.

Saat ini, terdapat dua kementerian yang menerbitkan izin pembangunan smelter yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus oleh Kementerian ESDM dan Izin Usaha Industri (IUI) yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menambahkan bagi investor yang berminat untuk membangun smelter di Indonesia, maka mendapatkan kemudahan insentif perpajakan berupa keringanan pajak (tax allowance).

Menurut Bambang, pemberian “tax allowance” ini dilakukan karena industri pengolahan dan pemurnian belum bisa memberikan nilai tambah yang lebih tinggi pada produk smelter yang dihasilkan.

“Kalau hanya smelter, ‘tax allowance’. Kalau lebih dari itu, artinya kepada industri yang bisa memberikan nilai tambah besar, maka baru dipertimbangkan untuk ‘tax holiday’,” katanya.

Rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution ini juga membahas mengenai pengenaan royalti kepada industri pertambangan, yang idealnya diambil pada sektor hulu.

Sesuai Peraturan Pemerintah Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014, produk pengolahan tembaga, mangan, seng, timbal, timah dan besi tidak dapat dijual keluar negeri per 12 Januari 2017.

Pemilihan enam komoditas yang harus diolah terlebih dahulu di dalam negeri ini telah dilakukan berdasarkan studi Kementerian ESDM, bukan berdasarkan keinginan dari perusahaan tambang tertentu.

Pengadaan fasilitas pengolahan dan pemurnian sangat penting untuk mendukung semangat hilirisasi, namun saat ini harga komoditas tambang sedang mengalami kemerosotan dalam lima tahun terakhir.

Sebagai contoh harga nikel, saat ini harganya hampir setengah dari harga lima tahun lalu, dari 27.000 dolar AS per ton pada 2011 menjadi 12.000 dolar AS per ton pada 2015.

Penurunan harga juga dialami komoditas Mangan yang turun dari 3.000 dolar AS per ton menjadi 1.500 dolar AS per ton dan Seng dari 1.050 dolar AS per pon menjadi 800 dolar AS per pon.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka