Jakarta, aktual.com – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2025 tentang Ketentuan dan Tata Cara Sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP). Meski aturan ini sudah ditetapkan, masih ada masa transisi tiga bulan sebelum berlaku penuh pada 12 Desember 2025.
Peraturan baru tersebut sekaligus mencabut Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penghitungan TKDN dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 46 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penghitungan TKDN untuk Industri Kecil.
Aturan terbaru ini memberikan sejumlah kemudahan, salah satunya terkait insentif investasi. Jika sebelumnya pelaku usaha tidak memperoleh insentif nilai TKDN atas investasi di sektor industri manufaktur, kini regulasi memberikan kepastian.
“Setelah ada aturan baru maka insentif mendapatkan nilai TKDN minimal 25% apabila perusahaan berinvestasi di dalam negeri,” kata Agus Gumiwang dalam konferensi pers TKDN di kantornya, Jumat (12/9/2025).
Selain itu, sebelumnya tidak ada insentif bagi kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Namun, kini pelaku usaha yang melakukan litbang mendapat tambahan nilai TKDN hingga maksimal 20%. Sementara untuk BMP, aturan baru mempermudah perusahaan memperoleh nilai 15% karena terdapat 15 faktor pembentuk yang bisa dipilih.
“Pemohon atau industri dapat memilih faktor penentu nilai BMP sesuai dengan kebutuhan, dengan nilai total paling tinggi 15% dari 15 pilihan faktor penentu BMP. Kelebihannya perusahaan dapat memilih faktor penentu BMP sesuai dengan kebutuhannya sehingga nilai BMP dapat diperoleh secara maksimal,” ujar Agus Gumiwang.
Beberapa faktor utama penyumbang BMP bernilai 4% meliputi penyerapan tenaga kerja, penambahan investasi baru, kemitraan dan penguatan rantai pasok, industri pionir/substitusi impor, penggunaan mesin dan peralatan produksi buatan dalam negeri, serta lokasi perusahaan. Faktor bernilai 2% mencakup kepemilikan merek dalam negeri, penerapan industri 4.0, penerapan industri hijau, pengembangan SDM industri, serta nilai ekspor. Sedangkan faktor bernilai 1% meliputi kepemilikan sertifikasi/akreditasi, penerapan ESG, penghargaan/awards, serta kepatuhan pada SIINas.
Aturan baru TKDN juga menghadirkan reformasi dari sisi kecepatan dan kemudahan. Jika sebelumnya penghitungan litbang TKDN dilakukan hingga layer ke-3 dengan waktu yang relatif lama, kini perhitungan cukup sampai layer ke-1 dengan melihat sertifikat TKDN serta kandungan lokal yang dimiliki perusahaan industri layer ke-2. Proses sertifikasi pun dipangkas: sertifikasi TKDN melalui Lembaga Verifikasi Independen (LVI) yang sebelumnya 22 hari kerja kini menjadi 10 hari kerja, sementara untuk industri kecil dari 5 hari menjadi 3 hari kerja setelah dokumen lengkap.
Industri kecil juga memperoleh keuntungan baru. Jika sebelumnya nilai TKDN maksimal hanya 40% dengan masa berlaku sertifikat 3 tahun, kini metode self declare memungkinkan industri kecil meraih nilai lebih dari 40% dengan masa berlaku 5 tahun. Dari sisi pencantuman, konsumen kini lebih mudah mengetahui nilai TKDN karena produsen dapat mencantumkan tanda TKDN pada label atau kemasan produk, meski sifatnya opsional.
Tidak hanya memberikan kemudahan, aturan TKDN terbaru juga menegaskan jenis pelanggaran serta sanksinya. Beberapa pelanggaran yang diatur meliputi praktik TKDN washing, penyampaian dokumen yang tidak benar, pelanggaran komitmen, produksi yang tidak sesuai sertifikat TKDN, hingga pemalsuan. Sanksi yang dijatuhkan dapat berupa rekomendasi pencabutan sertifikat TKDN, pencabutan penunjukan LVI, hingga pengenaan sanksi kepada pejabat pengadaan barang/jasa terkait.
“Yang pasti aturan ini bakal kita tegakkan, bakal ada tahapannya, tapi kalau sanksi ya sanksi harus ditaati,” tegas Agus Gumiwang.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















