Mantan Menteri ESDM Sudirman Said (kanan) berbincang dengan Menteri ESDM Arcandra Tahar (kiri) saat serah terima jabatan di gedung Kementerian ESDM di Jakarta, Rabu (27/7). Arcandra Tahar telah resmi menggantikan Sudirman Said sebagai Menteri ESDM usai dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (27/7). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/pd/16

Jakarta, Aktual.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar diingatkan agar tidak larut dalam eforia kekuasaan. Sebagai sosok baru dalam Kabinet Kerja didesak menjawab kendala pembangunan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang mempunyai persoalan kompleksitas.

Institute for Essential Service Reform (IESR) mengatakan setidaknya pengembangan EBT haru mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah, PLN dan dorongan minat investor. Untuk itu diperlukan kerangka regulasi yang transparan dan konstruktif.

“Kejelasan mekanisme subsidi untuk pembelian listrik dari energi    terbarukan untuk PLN sebagai off-taker perlu segera diputuskan pada    tahun ini. Ketiadaan mekanisme subsidi ini disinyalir sebagai salah satu faktor keengganan PLN mengimplemerntasikan kebijakan harga beli energi terbarukan dari pengembang,” kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa. Minggu (1/8).

Lebih lanjut, menurut Fabby, Pengembangan EBT memerlukan    dukungan pendanaan langsung, selain skema insentif fiskal.    Untuk mencapai target 23 persen EBT hingga tahun 2025, memerlukan    investasi senilai Rp1.600 triliun atau Rp200 triliun per    tahun.

Sementara kemampuan dana publik    dan capex BUMN diperkirakan    hanya Rp20-40 triliun pertahun.    Untuk menutup kebutuhan    pendanaan    ini diperlukan eskalasi    dana publik, sekaligus stimulus    finansial    untuk memobilisasi investasi swasta dan    pendanaan dari lembaga    keuangan.

Namun demikian, Presiden telah menyetujui pembentukan Dana    Ketahanan Energi (DKE) dan APBN-P 2016 telah mengalokasikan Rp1,6    triliun    untukdikelola. Fabby memperkirakan DKE dapat menjadi    instrumen penting untuk mendorong investasi EBT    dan mewujudkan    ketahanan energi.

“Karenanya penyelesaian    aturan yang menjadi dasar hukum    DKE dan    aturan pelaksanaannya sangat mendesak untuk diselesaikan    dalam 2    sampai 3 bulan kedepan,” pungkasnya. (Dadangsah)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka