Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga (kiri) mengunjungi para korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru ngaji di Purwakarta, Jawa Barat. (ANTARA/HO-KemenPPPA)

Jakarta, Aktual.com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga memastikan pihaknya mengawal penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oknum guru ngaji di Purwakarta, Jawa Barat, hingga tuntas.

“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Korban dan keluarga mereka membutuhkan kepastian hukum. Putusan cepat dan tegas juga akan memberikan efek jera bagi pelaku. Putusan hakim saat ini di Pengadilan Negeri Purwakarta, yang dihadiri oleh tim layanan SAPA bersama tim Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), ditunda,” kata dia dalam keterangan di Jakarta, Kamis (5/9).

Dia mengatakan hal itu saat mengunjungi para korban kekerasan seksual dalam kasus ini.

Pihaknya berharap, putusan hakim nanti dapat memberikan keadilan bagi para korban.

“Kami berharap putusan hakim nanti sesuai dengan tuntutan jaksa dan memberikan keadilan bagi para korban. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya agar kasus seperti ini tidak terulang kembali,” katanya.

Menteri PPPA menyampaikan proses pendampingan bagi para korban telah dilakukan secara intensif oleh Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Purwakarta.

Terdapat empat korban yang diduga telah menjadi korban persetubuhan oleh pelaku sesuai hasil visum et repertum dan 11 korban lainnya diduga menjadi korban pencabulan oleh pelaku.

Tersangka dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 81 jo Pasal 76D dan/atau Pasal 82 jo 76E UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pelaku juga dapat dikenai tambahan pidana sepertiga masa tahanan karena tersangka merupakan tenaga pendidik.

Dalam kasus ini dapat disertai proses pelaksanaan restitusi kepada korban demi pemulihan fisik dan psikis korban.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Sandi Setyawan