Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan paparannya dalam Sesi Pleno Kelima B20 Summit Indonesia 2022 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (13/11)

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan upaya Indonesia untuk bisa mendorong investasi secara adil menyebar ke negara-negara berkembang melalui Presidensi G20.

Menurut Bahlil, penyebaran investasi global saat ini tidak merata, khususnya terkait investasi hijau.

“Negara berkembang hanya mendapatkan seperlima, dan negara maju paling besar,” katanya dalam kegiatan temu media di Nusa Dua, Bali, Senin (14/11).

Bahlil menjelaskan saat ini dunia tengah gencar mendorong energi hijau atau green energy. Bahkan produk-produk yang yang dihasilkan menggunakan EBT memiliki nilai jual berbeda dengan produk yang tidak menggunakan EBT.

Namun negara-negara besar di kelompok G20, yang memegang 80 persen PDB dunia, 75 persen ekspor dunia, serta memegang 60 persen populasi dunia, justeru mendapatkan porsi investasi besar di sektor EBT.

“Apa yang terjadi, aliran investasi untuk EBT, itu tidak adil. Jadi kalau seperlimanya hanya dikuasai negara berkembang yang masuk G20, itu terjadi ketimpangan luar biasa. Maka Indonesia menginisiasi agar terjadi keadilan penyebaran investasi untuk EBT,” katanya.

Melalui pertemuan tingkat menteri perdagangan, investasi, dan industri (Trade, Investment and Industry Ministrial Meeting/TIIMM), Pemerintah Indonesia berjuang meminta dukungan dari negara berkembang lainnya untuk bisa mendapatkan ruang untuk bisa berkembang. Terlebih, negara-negara berkembang ini kaya akan sumber daya alam.

“Itu pun perdebatan panjang, Alhamdulilah saya sendiri yang memimpin delegasi tingkat menteri dan disetujui terjadi pemerataan penyebaran alur investasi,” kata Bahlil Lahadalia.

Dengan disepakatinya poin soal penyebaran arus investasi EBT ke negara berkembang, Bahlil menjelaskan kini negara maju harus bijak dan berjiwa besar untuk melakukan investasi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Saat ini pihaknya akan melakukan tindak lanjut secara teknis dengan menyusun strategi “jemput bola” untuk menggaet investasi dari negara maju tersebut. Menurutnya, butuh strategi kreatif untuk menjemput investasi yang kini peluangnya semakin terbuka lebar bagi negara berkembang.

“Ini kesepakatan, kesepahaman. Sebuah kesadaran bersama dan sudah membuka diri. Sama seperti di Paris Agreement, ada sebuah kesadaran bersama, bagi negara yang kreatif, maka dia akan mendapatkan porsi yang lebih baik,” kata Bahlil Lahadalia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arie Saputra