Jakarta, Aktual.co —Perlunya satu gagasan yang terintegrasi dalam konteks ketahanan nasional menjadi pilihan terakhir yang diharapkan pada siapapun nanti  yang akan menempati posisi strategis pada pemerintahan baru. Selain perlunya kontra skema, memperjelas strategi kepemimpinan nasional juga menjadi hal yang penting. Hal itu dikatakan oleh Pengamat geopolitik ekonomi dari Global Future Institute (GFI) Hendrajit, pada agenda seminar bertema “Menuju Ketahanan Nasional NKRI di Bidang Pertahanan, Energi, dan Pangan.” yang diselenggsarakan oleh Global Future Institute (GFI)  di Wisma Dariah, Jakarta selatan, Kamis, 9 September 2014.
Kemudian Hendrajit, coba mencontohkan,dengan melihat dari sudut pandang perbandingan Undang-Undang Migas NO. 8 Tahun 1971 dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001. Hal itu membuat pandangan kita terhadap peran strategis Pertamina untuk melihat kembali profil para dirutnya. Dan menariknya, menurut Hendrajit,  nama-nama calon Dirut Pertamina maupun calon Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) yang bermunculan adalah nama-nama yang  memiliki rekam jejak yang buruk serta memiliki kepentingan pada korporasi global, yang diantaranya adalah, seperti Darwin Silalahi, President Direktur PT. Shell Indonesia,  Taslim Z Yunus, kader dari Petrocina dan CNOOC, kemudian Triharyo Susilo yang akrab disapa Hengki, alumni Institute Teknologi  Bandung (ITB) yang dicopot oleh Dahlan Iskan dari jabatanya sebagai komisaris Pertamina karena memiliki persengkongkolan bisnis terkait  tender pembangunan RFCC Kilang Cilacap (Proyek Cilacap).
Ditempat yang sama Research Associate GFI, Agus Setiawan juga menegaskan, bahwa nama-nama yang muncul untuk dicalonkan sebagai Dirut Pertamina serta Menteri ESDM memiliki hubungan dengan kepentingan asing. Maka menurutnya, jika sejumlah nama itu memiliki posisi strategis pada sektor migas, tentunya akan sangat berbahaya, dan dapat dipastikan kebijakan yang akan dibuat akan selalu mengarah kepada kepentingan asing. 

Artikel ini ditulis oleh:

Warnoto