Menteri Ignasius Jonan

Tanjung Enim, aktual.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menyindir jajaran direksi PT Bukit Asam (PTBA) jika hanya mampu menggali batubara untuk dijual tanpa adanya upaya melahirkan produk turunan atau hilirisasi.

“Jika cuma gali, tidak perlu ada Arviyan yang pintar (Dirut PT BA), cukup anak buah saya saja,” kata Ignasius dalam sambutannya pada acara Pencanangan Hilirisasi Batubara di Kawasan Ekonomi Khusus PTBA “BACBSEZ” Tanjung Enim, Sumatera Selatan, Minggu (3/3).

Pada acara yang juga dihadiri Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto itu Ignasius mengakui bahwa tidak banyak kegiatan pertambangan di Indonesia yang memiliki semangat untuk hilirisasi.

PT Bukit Asam baru memutuskan hilirisasi setelah 100 tahun beroperasi menggali batu bara di kawasan Tanjung Enim.

Menurutnya, kondisi ini disebabkan PTBA terlalu khawatir untuk menjadi pioner. “Jika banyak khawatirnya maka tidak akan jadi,” kata dia.

Namun dengan diluncurkannya pencanangan hilirisasi batubara maka menjadi tonggak sejarah baru hilirisasi batubara di Indonesia. PT Bukit Asam beserta dua BUMN lainnya PT Pertamina dan PT Pupuk Sriwijaya beserta perusahaan swasta Chandra ASN sepakat melakukan hilirisasi batubara.

Empat pabrik direncanakan di kawasan seluas 300 hektare Tanjung Enim dengan target selesai November 2022. Pertama pabrik gasifikasi batubara yang mengubah batubara kalori rendah menjadi syngas.

Tiga pabrik lainnya yakni pabrik hilirisasi produk batubara, yaitu pabrik pengolahan syngas menjadi dimethyl ether (dme) untuk menghasilkan elpiji bekerja sama dengan PT Pertamina. Kemudian, pabrik pengolahan syngas menjadi urea untuk menghasilkan pupuk berkerja sama dengan PT Pupuk Sriwijaya, dan pabrik pengolahan syngas menjadi polypropylene sebagai bahan baku plastik bekerja sama dengan perusahaan swasta Chandra ASN.

Ia berharap dengan lahirnya hilirisasi, terutama produk dme diharapkan dapat mengurangi impor elpiji karena setiap tahun negara mengeluarkan sekitar Rp40 triliun hingga Rp50 triliun untuk mendapatkan 4,5-4,7 juta ton elpiji. Begitupula dengan impor bahan kimia yang tergolong masih tinggi seperti plastik dan bahan plastik mencapai 94,4 juta dolar AS pada Januari 2019.

Setidaknya, melalui proyek bersama ini juga bisa dikurangi impor elpiji, setidaknya sekitar 1 juta ton pada tahun pertama dengan cara mencampurkan dme dari produk hilirisasi batubara.

“Ini sangat mungkin karena defosit tambang batubara ini untuk lapisan 1 (B1) ada 4 miliar ton, dan B2 mencapai 6 miliar ton, ini artinya bisa 250 tahun bertahan,” kata dia.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin