Jakarta, Aktual.com – Para menteri yang tergabung dalam Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) memutuskan untuk memberikan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) ke pengendali saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim.
Menariknya, menurut Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah, KKSK menyebut bahwa utang Sjamsul ke negara selaku obligor penerima BLBI hanya senilai Rp 1,1 triliun. Padahal, penelusuran KPK, Sjamsul masih harus mengembalikan BLBI yang ia terima Rp 3,7 triliun.
“Proses penerbitan (mengacu pada) keputusan KKSK pada Februari 2004 terkait kewajiban obligor (Sjamsul). Saat itu kewajiban obligor yang disebut adalah Rp 1,1 triliun. Sedangkan sisanya sekitar Rp 3,7 triliun tidak dicantumkan,” ungkap Febri, Sabtu (20/5).
Lebih jauh ia disampaikan, keputusan ini tentunya akan ditelusuri dan dianalisa lebih dalam. Pasalnya, KPK menganggap Sjamsul seharusnya tak mendapatkan SKL jika Rp 3,7 triliun itu tidak dikembalikan.
“Rp 3,7 triliun itu kami pandang sebagai indikasi kerugian keuangan negara. Tentu akan kita telusuri lebih jauh,” jelasnya.
Sekadar informasi, KKSK merupakan komite yang sengaja dibentuk oleh Megawati Soekarnoputri saat menjadi Presiden RI. KKSK memiliki tugas untuk menganalisa pengembalian BLBI dari para obligor penerima dan merekomendasikan penerbitan SKL.
KKSK terdiri dari beberapa menteri, antara lain Menteri Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekuin), juga Menteri Keuangan dan Menteri Negera BUMN. Saat 2004 diterbitkan keputusan, Menko Ekuin dijabat oleh Dorodjatun Kuntjoro Jakti, sementara Menkeu ditukangi Boediono, untuk Meneg BUMN dijabat Laksamana Sukardi.
Kembali soal penerbitan SKL BLBI untuk Sjamsul. Kewenangan penerbitan SKL sendiri berada di tangan Kepala BPPN. SKL untuk Sjamsul diteken oleh Syafruddin Arsjad Temenggung, pihak yang dijadikan tersangka oleh KPK dalam kasus SKL BLBI.
(Zhacky Kusumo)
Artikel ini ditulis oleh: