Jakarta, Aktual.com — Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan ada dua perijinan yang belum diselesaikan oleh pengembang Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Pasalnya, Ijin-ijin tersebut seharusnya diserahkan ke Kementerian Perhubungan sebelum menjalankan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

“Di perijinan, prasarana sudah terbit, perijinan awal juga sudah. Perjanjian konsesi belum sedang di finalisasi, kami harap secepatnya. Kemudian tantangannya di ijin pembangunan, belum di serahkan pada kami,” ujar Jonan di Komisi V DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (26/1)

Jonan menjelaskan dua ijin yang belum diselesaikan tersebut, yakni pertama perjanjian konsesi antara pemerintah dan badan usaha.

“Misal proyek ini gagal ditengah jalan, nantinya bukan menjadi beban negara tapi promotor harus selesaikan. Kalau nggak selesai tanggung jawab mereka untuk mengembalikan seperti semula. Contoh, tiang-tiang monorel yang ada dijalan itu harus dikembalikan seperti semula,” katanya

Kedua, lanjut Jonan, adalah ijin pembangunan. Seperti halnya, Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang harus memperhatikan lingkungan.

“Ijin ini harus ada studi hydrology dan hydrolika. Jadi mekanika tanah harus ada. Ini kan harus dilaksanakan. Kita tunggu studi nya bisa diselesaikan atau tidak,” cetusnya

Mantan Dirut PT. KAI ini menegaskan meskipun Presiden Joko Widodo telah meresmikan dimulainya pembangunan, namun proyek tersebut prosesnya masih amat panjang.

“Belum lagi nanti uji sarana dan prasarana, uji operasi, jadi masih panjang sekali. Memang kita tidak punya referensi nasional atas apa yang sudah dikerjakan dalam format kereta cepat. Tapi kami sudah sampaikan standar internasional yang bisa dipakai. Jadi kita akan evalusi dan masih berjalan,” tegas Jonan

Sementara itu, terkait tupoksi Kemenhub yang membidangi infrastruktur, Jonan menegaskan pihaknya hanya sebagai regulator. Sebab, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak menggunakan dana APBN melainkan kerjasama dua negara.

“Dalam rencana kerja dan nawacita. Untuk infrastruktur yang tidak bisa di perhitungkan BUMN, jadi diserahkan kepada negara melalui APBN. Namun jika non APBN, pemerintah atau kementerian perhubungan hanya regulator,”

“Karena ini kan Bisnis to Bisnis. Jadi kami bertindak regulator. Pihak swasta non APBN itu yang laksanakan,” pungkasnya

Jonan menambahkan sejauh ini kepemilikan kereta cepat Jakarta-Bandung, sebanyak 60% dimiliki oleh Indonesia. Yang diwakili 4 BUMN yakni Jasa Marga, PT. Kereta Api Indonesia (PTKAI) PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) dan PT. Wijaya Karya.

Kemudian, 40 % kepemilikan adalah milik asing dengan rencana investasi 5,5 miliar dollar atau senilai 70 triliun dari Halim menuju Tegal Luar Bandung. Dari usulan stasiun Halim, Stasiun Karawang, Stasiun Malini, dan Stasiun Tegal Luar.

“Dan itu mereka bangun sendiri (non APBN),” tandasnya

Artikel ini ditulis oleh: