Pola itu terlihat di Pasal 1 ayat 2 di PP tersebut. Di pasal itu disebutkan, perusahaan perseroan yang selanjutnya disebut Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Cara kedua, pemerintah membentuk holding BUMN. Ini katanya untuk memperkuat kelembagaan. Namun dalam bagian umum PP tersebut, dinyatakan pembentukan perusahaan induk ini dilakukan dengan PMN yang bersumber dari pergeseran saham milik negara pada BUMN dan/atau PT tertentu kepada BUMN dan/atau PT lainnya.
“Murahan kan? Penguatan kelembagaan dilakukan dengan pergeseran aset BUMN tertentu ke BUMN lainnya. Ini jelas terlihat mau mengobok-obok aset BUMN dan mencari celah dan kesempatan untuk menggarong,” tegas dia.
Cara ketiga, kata dia, malah lebih murahan lagi adalah pengalihan aset BUMN kepada BUMN lain dapat dilakukan tanpa persetujuan DPR.
“Mengapa? Pada saat PMN menggunakan mekanisme persetujuan DPR, namun pada saat mengalihkan mau jualan sendiri. Menggelikan sekali,” jelas Daeng.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan