Jakarta, Aktual.com — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan bakal mengalokasikan sekitar 70 persen anggaran dari Kementerian Kelautan dan Perikanann (KKP) pada tahun 2016 untuk kepentingan nelayan di berbagai daerah di Tanah Air.
“Kami melakukan ini karena kami memiliki rencana baik untuk nelayan,” kata Susi Pudjiastuti dalam rilis berita KKP yang diterima di Jakarta, Jumat (2/10).
Sebelumnya, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyatakan nelayan tradisional di berbagai daerah masih terganjal dengan permasalahan ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) untuk melaut di kawasan perairan nasional.
“Hingga saat ini, situasi ketersediaan BBM masih sulit sehingga mengganjal nelayan untuk melaut. Akibatnya, target peningkatan produksi perikanan nasional sulit untuk tercapai,” kata Ketua Bidang Pengembangan Hukum Marthin Hadiwinata di Jakarta, Kamis (1/10).
Menurut Marthin, permasalahan seperti BBM bagi nelayan masih mengganjal masih ditemukan di beberapa daerah-daerah kantong nelayan tradisional, seperti di Tarakan (Kalimantan Utara) dan Tanjungbalai (Sumatera Utara).
Di Tarakan, kata dia, harga mencapai Rp7.500,00 per liter dengan ketersediaan tidak mencukupi untuk kebutuhan melaut. Situasi yang sama ditemukan di Tanjungbalai harga BBM mencapai Rp7.200,00/liter.
“Struktur kapal perikanan nelayan nasional didominasi oleh armada nelayan skala kecil dengan ukuran tidak lebih dari 5 gross tonnage (GT). Kapal nelayan skala kecil berkontribusi terhadap 80 persen sumber pemenuhan hak atas pangan protein masyarakat nasional. Celakanya, sampai saat ini, nelayan masih membeli BBM dengan harga lebih tinggi daripada harga yang ditetapkan oleh Pemerintah,” kata Marthin.
Sementara itu, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan ongkos produksi nelayan terbesar adalah terkait dengan beban biaya BBM untuk melaut sehingga seharusnya persoalan tersebut dinilai harus dibenahi terlebih dahulu sebelum hal lainnya.
“Ongkos produksi nelayan terbesar adalah akses terhadap sumber energi, yaitu BBM,” kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim ketika dihubungi Antara dari Jakarta, Selasa (15/9).
Menurut Sekjen Kiara, jika persoalan terkait dengan akses energi dapat terselesaikan dengan tuntas, urusan produksi lainnya menjadi lebih ringan, termasuk dalam hal beban biaya jaring bagi nelayan yang melaut di kawasan perairan Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan