Jakarta, Aktual.com — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan Presiden Joko Widodo tidak akan melanggar konstitusi atau Undang-undang Dasar 1945 jika memberikan grasi kepada terpidana kasus pembunuhan Antasari Azhar.

Hal itu disampaikan Menkumham Yasonna usai Yasonna usai bersilaturahim dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Jumat (17/7).

“Kalau konstitusi tidak (melanggar), Undang-undang (Nomor 5 Tahun 2010) yang membatasi itu,” kata Yasonna di Istana Wakil Presiden.

Pemerintah pun masih sedang mengkaji landasan hukum jika Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada terpidana kasus pembunuhan, Antasari Azhar.

“Itu yang sekarang sedang dikaji, apakah akan melanggar UU atau tidak, karena kewenangan itu ada di konstitusi (UUD 1945, red.). Ini masih dikaji karena kan bagaimanapun konstitusi lebih tinggi dari UU,” kata Yasonna.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi, permohonan grasi dari terpidana kepada Presiden diberikan satu tahun setelah vonis berkekuatan tetap atau inkracht. Sedangkan dalam konstitusi UUD 1945, Presiden memiliki hak prerogatif untuk memberikan grasi kepada terpidana.

“Kita berkaca, misalnya yang di Papua kemarin ada juga yang diberi (grasi) karena kita anggap tapol (tahanan politik, red.). Jadi ini sepenuhnya Presiden sedang mengkaji bagaimana baiknya,” jelasnya.

Sebelumnya, Deputi IV Bidang Komunikasi Politik Staf Kepresidenan Eko Sulistyo menyatakan syarat formal grasi yang diajukan Antasari Azhar tidak terpenuhi.

“Terkait dengan permohonan grasi ini, masalah grasi ini kan sebenarnya sudah diatur di dalam UU Nomor 5 tahun 2010. Di dalam UU ini jelas disebutkan, khususnya Pasal 7 bahwa grasi ini meskipun itu hak prerogatif Presiden, Presiden harus mendapat pertimbangan dari MA,” kata Eko.

Ia menambahkan, terkait konteks dalam UU tersebut khususnya pasal 2, di dalamnya ada pembatasan soal limiditas pengajuan grasi yang dibatasi hanya satu tahun sejak keputusan itu berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Jadi, kata dia, kalau dilihat dasar pertimbangan MA, bahwa saat ini sudah melampaui batasan setahun pengajuan sejak Inkracht, maka sebetulnya ruang grasi ini syarat formalnya menjadi tidak terpenuhi.

“Oleh karena itu, Presiden atas dasar kemanusiaan dan hak prerogratif tadi itu terkendala atau sangat dibatasi oleh UU pemberian grasi itu. Supaya kita juga tidak salah dalam proses pemberian grasi ini,” ujar Eko.

Artikel ini ditulis oleh: