Jakarta, Aktual.com — Pengamat pelabuhan dari Indonesia Port Watch (IPW) Syaiful Hasan mengecam pernyataan Dirut Pelindo II RJ Lino di berbagai media nasional, mulai dari soal kereta pelabuhan Kalibaru sampai soal penyimpangan manajemen oleh RJ Lino.
Menurut Syaiful, publik berhak mendapatkan informasi yang benar dan objektif. Pernyataan RJ Lino sungguh sangat memalukan karena keluar dari seorang Dirut BUMN Pelabuhan yang mengklaim dirinya visioner.
Dirinya heran dengan pernyataan RJ Lino soal kereta api. Praktik transportasi multimoda (kereta, truk, tongkang) menjadi hal yang lumrah di pelabuhan seluruh dunia karena memberikan kemudahan, efisiensi serta fleksibilitas moda pengangkutan barang.
“RJ Lino lah yang menolak kereta api masuk pelabuhan di tahun 2010. Harusnya RJ Lino bisa berpikir progresif terhadap kepentingan mengurangi biaya logistik nasional bukan malah fokus hanya kepada proyeknya saja dengan beralasan bahwa kereta memberikan untung yang tipis,” kata Syaiful dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/9).
Dia menilai proyek pelabuhan Kalibaru lebih kepada ambisi RJ Lino dibandingkan kepentingan nasional. Syaiful membandingkan New Priok dengan Teluk Lamong. Kapasitas sama dan juga keduanya menggunakan global bond, tetapi Teluk Lamong dapat beroperasi tepat waktu, sementara New Priok harusnya bisa dioperasikan tahun 2014 namun saat ini masih dalam proses pembangunan.
Selain itu, biaya Teluk Lamong jauh lebih murah yakni Rp6 triliun, ketimbang New Priok sebesar Rp 24 triliun. Teluk Lamong pun dioperasikan penuh oleh nasional sehingga pelabuhan dapat berfungsi sebagai pelayanan demi efisiensi biaya logistik bukan hanya bisnis semata.
Hal ini berbeda dengan New Priok yang dioperasikan joint dengan PSA Singapura, Mitsui dan NYK Jepang.
Syaiful mengaku prihatin saat RJ Lino menyampaikan bahwa tidak ada keluarganya yang bekerja di Pelindo II plus bersih dari penyimpangan di Pelindo II. Faktanya tim auditor internal Pelindo II pernah menyampaikan hasil temuannya.
“Diantaranya penggunaan mobil inventaris untuk keperluan pribadi istri Lino, bisnis makanan yang diatur juga oleh istri Lino, pembayaran biaya RS adik Lino dan anaknya sebesar Rp 400 juta, penggunaan dana CSR oleh keluarga istri Lino sebesar lebih dari Rp 500 juta, pengangkatan beberapa keponakan istri Lino menjadi pegawai (Arya Adhi Wiguna, Amanda Maulina, Garencha Tulaseket, Irfan Yudha Pratama).”
Artikel ini ditulis oleh: