Jakarta, aktual.com – Sudah maklum bersama, bahwa sikap taqwa menjadi tujuan berpuasa seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183. Taqwa dalam hal ini adalah taqwa yang holistik, meliputi setiap waktu dan keadaan. Kapan dan dimanapun seorang muslim didorong untuk selalu bertaqwa. Seperti yang terkandung dalam pesan Rasulullah saw:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ
Artinya: ”Bertakwalah kepada Allah swt di manapun engkau berada”. (HR. Tirmidzi).
Sikap taqwa yang hadir dalam semua meda kehidupan. Baik taqwa dalam medan spiritual maupun medan sosial. Keduanya adalah satu-kesatuan, paket taqwa yang tidak dipisahkan. Allah SWT berfirman:
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ. الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (QS. AL-Baqarah: 2-3).
Dalam ayat di atas, Allah SWT menyipati orang yang bertaqwa dengan sikap dalam aspek spiritual dan sosial. Dalam aspek spiritual diwakili dengan beriman kepada yang ghaib dan mendirikan shalat, dan dalam aspek sosial diwakili dengan sikap menafkahkan sebahagian rezeki mereka.
Lebih gamblang, Allah SWT menyipati orang yang bertaqwa dengan sikap sosial dalam ayat:
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ. الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Baqarah: 133-134).
Taqwa sosial yang begitu ditumbuhkan dalam Ramadhan adalah berupa sikap peduli terhadap sesama. Merasakan lapar dan dahaga menjadi pengalaman langsung agar muncul empati terhadap para fakir-miskin dan dhuafa. Jika lapar dan dahaga itu dirasakan selama sebulan penuh, maka masih banyak dari kaum muslimin yang merasakannya sepanjang tahun. Jika ramadhan adalah waktu yang begitu kondusif dan nyaman untuk menjalankan ibadah tarawih, tadarus qur’an dan buka bersama, maka sebagian kaum muslimin yang lain di sebagian wilayah belum dapat merasa aman dan nyaman untuk menjalankan beragam ibadah di bulan mulia ini. Mereka masih hidup di bawah kungkungan rezim dan penjajahan yang kerap mengganggu dan mengintimidasi kaum muslimin yang tengah menjalankan ibadah di bulan suci ini.
Peduli dengan kondisi mereka dapat diimplementasikan dengan beragam bentuk support dan kontribusi, baik support dalam bentuk materi maupun non materi. Implementasi dalam bentuk amal riil semakin menguatkan sikap peduli yang menjadi bagian dari bentuk ketaqwaan seorang muslim.
Supprot dalam bentuk materi bisa dengan menginfakkan sebagian harta untuk mereka yang dhuafa. Dengan berzakat, berinfak, bersedekah dan berwakaf. Berdonasi dengan materi dan harta akan kembali membawa keberkahan kepada pelakunya. Allah SWT akan mengganti apa yang diinfakkannya sesuai kehendak Allah SWT. Sejalan dengan ini, Rasulullah saw mengabarkan ada Malaikat yang memanjatkan doa kepada Allah SWT untuk orang yang telah berinfak, seperti dalam hadits berikut:
عن أبي هُريرة قَالَ: قالَ رَسُول اللَّه ﷺ: مَا مِنْ يَوْمٍ يُصبِحُ العِبادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلانِ، فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَيَقُولُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahawasanya Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah para hamba berada di pagi hari, melainkan terdapat dua malaikat yang turun. Salah satu dari keduanya berdoa, ‘Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang berinfak’, sedang yang lain berdoa, ‘Ya Allah, berikanlah kebinasaan (harta) kepada orang yang menahan (hartanya).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Selain dengan harta, peluang untuk bersikap peduli bisa juga dilakukan meski bagi mereka yang tidak memiliki kelebihan harta. Peduli dengan non harta dan materi bisa berupa do’a, syi’ar, dakwah, jasa, waktu, skill dan lainnya.
Jika sebagian masyarakat masih memerlukan pencerahan dan asupan kebaikan, terutama bagi sebagian yang masih lalai, lengah dan jauh dari nilai-nilai kebaikan, maka sikap peduli dapat diimplementasikan dengan memberikan arahan, menyeru kepada kebaikan, berdakwah, berkontribusi dengan waktu, skill, tenaga dan lainnya. Agar upaya perbaikan dan edukasi semakin meluas yang berdampak positif kepada meluasnya kebaikan di tengah masyarakat. Keburukan dan kemungkaran yang merajalela akan membuat masyarakat tidak aman, dan mendekat kepada kerusakan. Upaya edukasi dan dakwah dengan bentuk apapun yang dimungkinkan menjadi cara efektif untuk menghadang dan meminimalisir kerusakan yang terjadi, agar tidak menjadi bom waktu yang menghantarkan keterpurukan sebuah masyarakat.
Rasulullah saw pernah mengilustrasikan sikap peduli ini sebagai pencegah keterpurukan dalam masyarakat. Buah sikap peduli ini juga kemudian akan kembali juga kepada pelakunya. Rasulullah saw bersabda:
“Permisalan orang-orang yang menegakkan batasan-batasan Allah dan orang-orang yang bermaksiat padanya, seperti satu kaum yang melakukan undian untuk mendapatkan posisi dia atas kapal. Maka sebagian mereka mendapat posisi bagian atas, sedang yang lainnya mendapat posisi bagian bawah. Pada saat itu, orang-orang yang mendapat posisi bagian bawah, jika hendak mengambil air minum, maka mereka harus naik pada bagian atas kapal melewati orang-orang yang berada di bagian atas. Maka orang-orang yang berada di bagian bawah berkata: Jika saja kita melubangi kapal pada bagian kita (bawah), maka kita tidak akan mengganggu orang-orang yang berada di atas kita”. Seandinya orang-orang yang berada di atas kapal itu membiarkan apa yang mereka rencanakan (melubangi bagian bawah kapal) niscaya mereka semua akan binasa, namun jika mereka (orang yang di atas) mengambil tangan-tangan mereka (yang di bawah) niscaya mereka semua akan selamat”. (HR. Bukhari).
Ust. Ahmad Yani, Lc. MA
(Yakesma)
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain