Yogyakarta, Aktual.com — Aksi ratusan buruh se-Provinsi DIY yang tergabung dalam Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY), Minggu (1/5), berpusat di Titik Nol Malioboro.
Mereka menyuarakan tuntutan perbaikan nasib kaum pekerja di Indonesia. “Saatnya hari ini kami tumpahkan segala unek-unek kami!” teriak massa.
Dengan lantang massa ABY menolak keberadaan PP No 78/2015 yang dianggap pro terhadap upah murah. Buruh juga menuntut dihentikannya kriminalisasi atas 26 aktivis buruh, menurunkan harga sembako, perbaikan layanan BPJS Kesehatan, menghapus sistem outsourching serta segera mensahkan UU PRT.
“Kami juga menuntut pemerintah membuat program rumah murah untuk buruh termasuk transportasi, subsidi pendidikan kepada anak-anak buruh dan memasukkan pesangon sebagai PTKP!” tegas Kirnadi, sekjen ABY dalam orasinya.
Secara umum ABY menilai kinerja pemerintahan Jokowi-JK semakin hari semakin memburuk, Nawacita dan Piagam Marsinah yang digadang-gadang, telah gagal diterapkan.
Pemerintah sebelumnya memberikan janji adanya pemerataan pendapatan, namun faktanya daya beli buruh justru menurun hingga 30%. Belum lagi adanya kenaikan harga bahan pokok, biaya transportasi dan harga gas 3kg. Buruh pun tidak dapat lagi membeli rumah karena semuanya serba mahal.
“Turunnya daya beli masyarakat adalah imbas dari terbitnya PP No 78/2015 tentang Pengupahan, itu sangat merugikan buruh,” ujar Kirnadi.
Di samping itu, Kirnadi menganggap hak berunding serikat buruh juga dirugikan. Dalam UU disebutkan, upah minimum ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan atau Wali Kota/Bupati. “PP telah merampas hak berunding serikat buruh melalui mekanisme Dewan Pengupahan,” tambah dia.
Hal ini diperparah dengan angka gini rasio yang semakin besar. Berdasar data Bank Dunia, angka gini rasio Indonesia pada tahun 2015 meningkat. Sehingga kini besarnya menjadi 0,42 dan berbeda dengan tahun 2014 sebesar 0,41 dan tahun 2013 sebesar 0,39.
Besarnya gini rasio menunjukkan pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati kalangan menengah atas, sedangkan kalangan menengah bawah, termasuk didalamnya kaum buruh dan orang miskin, nasibnya semakin terpuruk.
“Lihatlah sekeliling kita, gedung-gedung pencakar langit diciptakan oleh sekelompok kaum, kaum yang tidak pernah merasakan keadilan di negeri ini, kaum buruh!” tuturnya.
Ditambahkan, keluarnya Paket Kebijakan Ekonomi jilid 1 hingga 6 menunjukkan bahwa pemerintahan Jokowi-JK hanya mengejar pertumbuhan ekonomi. Kirnadi menganggap semua paket yang diberikan adalah untuk memberikan kemudahan bagi pengusaha dengan menekan kesejahteraan buruh. Hal ini sangat terlihat dalam Paket Kebijakan jilid 4, berupa kebijakan yang berorientasi terhadap upah murah.
Ratusan buruh mengawali aksi dengan melakukan longmarch dari Tugu Pal Putih. Massa sempat menggeruduk gedung DPRD DIY untuk menyuarakan tuntutan, kemudian berlanjut menuju Titik Nol Malioboro.
Ratusan massa buruh ABY terdiri dari berbagai serikat pekerja dan lembaga yang mendukung tuntutan kaum butuh. Mereka adalah KPP FPNPBBI, PPR DIY, Paguyuban BG, KOY, SPRT TM, SBII Bantul, PSB, KASBI, Aliansi Jurnalis Independen DIY, KSBI, ICM, Forum LSM, YASANTI, JPY, KPP YK, PIA, PBHI.
Kemudian, PLUSH, Dema Justicia UGM, Rifka Anisa, Mitra Wacana, RTND, Satunama, PKBI, IHAP, SAPDA, CIQAL, SIGAP, KPI, IDEA, IRE, Aksara, GK Unisi, SPD, Dema Fisipol UGM, Sekber, Walhi DIY, Kaukus, ARMP, SSC, Kaukus Perda Gepang, Libertas, PPR, LMND, Map Corner, LSS serta KPO PRP.
Artikel ini ditulis oleh:
Nelson Nafis