Semarang, Aktual.com – Ratusan warga desa Ujungnegoro, Karanggeneng dan Ponawareng kecamatan Tulis Kabupaten Batang meminta kepada tim aprasial agar terbuka dalam penentuan ganti rugi lahan. Bahkan mereka juga melakukan aksi protes di lokasi proyek pembangunan PLTU Batang, Jum’at (9/3).

Aksi protes tersebut lantaran warga kecewa telah ditipu tim aprasial dan panitia dari unsur pemerintah yang memutuskan harga ganti rugi lahan per meternya Rp40 ribu. Pasalnya, harga satuan per meter tanah yang satu dengan lokasi lain diberikan berbeda.

“Pertama dibayar Rp40ribu, terus bulan berikutnya dibayar Rp50 ribu. Bila tanah itu tidak dijual, maka akan digusur dan diurug secara paksa,” Slamet.

Bahkan kata Slamet kalu dirinya dan warga lain mendapatkan intimidasi oleh oknum aparat dan perangkat desa. Bila tanahnya tidak dijual, maka akan secara paksa ditempati proyek PLTU tersebut. Lantaran, tanah berupa persawahan yang dikelola sekarang milik pemerintah.
“Subuh-subuh mereka itu sudah memaksa agar tanah kita dijual. Jika tidak dijual, maka akan diurug begitu saja,” beber dia.

Ia pun terpaksa melepaskan tanah miliknya seluas 2.000 meter persegi dengan harga Rp50 ribu/ meter. Namun saat terjadi transaksi jual beli yang disodorkan oleh pihak panitia dan aparat, tidak ditemukan adanya tulisan nominal yang diberikan. Hanya saja, diintimidasi untuk segera menandatangani kwitansi tersebut.

“Inilah nasib orang bodho. Kami ditipu mereka dan terpaksa dijual karena kita ditakut-takuti,” ucapnya.

Hal senada pula dikatakan Rumiyah, bahwa tanah miliknya seluas 3.000 m2 hanya dibayar Rp100 ribu/meter. Padahal, bulan berikutnya ada yang dibayar Rp400 ribu dengan lokasi sama.

Aksi massa pun dikawal aparat Kepolisian dan Kodim Batang. Warga yan keberatan saling aksi dorong, lantaran ingin menyampaikan protes kepada pihak manejemen PT Bima Shena Power Indonesia. (Muhammad Dasuki)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid