Menyikapi berbagai pemberitaan tentang aksi massa, yang melibatkan jutaan umat Islam belum lama ini di Jakarta, ada pandangan bahwa pemberitaan tentang hal-hal yang terkait dengan kepentingan dan aspirasi keislaman kurang mendapat porsi yang memadai di media arus utama. Kadang-kadang berita itu bukan saja tidak proporsional, tetapi juga kurang akurat dan bias.
Umat Islam Indonesia memang disadari belum memiliki media massa yang mapan dan kuat, yang dianggap bisa menyalurkan aspirasi keislaman secara penuh. Oleh karena itu di sejumlah ormas, bahkan di Majelis Ulama Indonesia (MUI), muncul wacana tentang perlunya umat Islam memiliki stasiun TV tersendiri.
Mendirikan stasiun TV sendiri itu tidak mudah dan tidak murah. Investasi tanah, bangunan studio, dan peralatan siaran berteknologi tinggi bisa memakan anggaran ratusan miliar rupiah, bahkan bisa masuk ke triliun rupiah. Selain itu, ada kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang tidak mudah diperoleh, buat mengoperasikan berbagai peralatan broadcasting yang canggih dan teknologinya cepat berubah tersebut.
Tulisan ini mencoba memberi masukan dari sisi program, bagaimana “TV umat Islam” tersebut akan dikelola dan dilengkapi program-program siarannya. Dari sekian banyak ormas Islam, yang tampaknya serius menekuni langkah untuk mendirikan “TV umat Islam” itu adalah Muhammadiyah. Maka tulisan ini dikemas untuk memberi masukan pada calon pengelola TV Muhammadiyah (TVMu).
Prinsip-prinsip TVMu
Pertama, program-program yang akan tayang di TVMu nanti seharusnya bukan sekadar memberi informasi, pendidikan, hiburan, dan kritik sosial seperti stasiun-stasiun TV lain. Namun, juga harus memberikan pencerahan kepada masyarakat Indonesia umumnya, dan umat Islam khususnya, sesuai nilai-nilai keislaman rahmatan lil alamin dan Islam Berkemajuan yang diusung Muhammadiyah.
Program-program TVMu secara langsung atau tak langsung juga mengemban misi dakwah Muhammadiyah, walaupun cara penyampaiannya tidak selalu harus seperti direct selling. Namun, semangat berdakwah secara prinsip harus juga menjadi pegangan bagi pengelola program.
Kedua, karena operasionalisasi stasiun TV membutuhkan anggaran besar, TVMu tak bisa terlepas dari prinsip bisnis dan cost-efficiency dalam pengelolaan dan penyusunan program-programnya. Oleh karena itu, program TVMU juga menerima siaran iklan.
Juga, program-program yang ditayangkan disusun sedapat mungkin juga bisa memberi pemasukan pendapatan, dengan syarat produk yang ditawarkan dan pesan iklan yang ditayangkan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Ketiga, dalam operasionalisasi dan pembuatan program, sedapat mungkin TVMu harus memanfaatkan dan mendayagunakan berbagai aset dan fasilitas, bahkan juga sumber daya manusia (SDM), yang sudah dimiliki lembaga Muhammadiyah.
Misalnya, dalam mencari narasumber untuk liputan berita diupayakan mewawancarai pakar-pakar ekonomi, politik, sosial, budaya yang kader/tokoh Muhammadiyah. Liputan juga mengangkat dan mempromosikan lembaga-lembaga milik Muhammadiyah (universitas, sekolah, rumah sakit, koperasi, dsb). Dalam melakukan liputan di daerah, pada tahap awal untuk menghemat cost, reporter dan camera person TVMu bisa menginap di wisma atau kantor cabang Muhammadiyah setempat.
Keempat, yang tidak kalah penting, dalam operasionalisasinya TVMu harus tetap mengedepankan prinsip profesionalisme. Dalam pemrograman, seperti stasiun-stasiun TV lain, TVMu harus mengacu ke kode etik jurnalistik dan aturan-aturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), sesuai undang-undang penyiaran.
Beberapa Usulan Program
Ada beberapa usulan program. Untuk program informatif, misalnya: Berita Nasional dan Internasional. Lalu, Kabar tentang Dunia Islam (terutama politik. Misalnya, laporan tentang kondisi Palestina, perang di Suriah, konflik di Irak, Yaman, Iran, Muslim Rohingya di Myanmar).
Juga, Liputan Investigatif, dan Talkshow Current Affairs (Menyangkut isu-isu yang relevan dengan Muslim Indonesia. Misalnya, wacana penggunaan dana haji untuk rencana membangun infrastruktur, literasi media, dsb). Menyusul, Program-program Muhammadiyah (Misalnya, program pengembangan ekonomi dan kemandirian umat, lewat rintisan proyek pertanian/ perkebunan rakyat di Papua, dsb), Konsultasi Kesehatan, dan lain-lain.
Program Edukatif, seperti: Tafsir Al-Quran; Kajian Hadist; Isu-isu Fiqh Kontemporer; Perkembangan Sains dan Teknologi dari Dunia Islam; Belajar Bahasa Arab; Profil Pesantren dan Lembaga-lembaga Pendidikan Muhammadiyah; Konsultasi Ekonomi Islam (Sukuk, Asuransi Syariah, Deposito Syariah), dan lain-lain.
Program Hiburan, misalnya Wisata Kuliner Halal. Liputan ini untuk menghemat cost bisa bekerjasama dengan biro perjalanan, hotel, rumah makan, pemda/pemkot setempat, perusahaan penerbangan, dsb. Kementerian Pariwisata diketahui juga punya banyak anggaran untuk promosi wisata. Jadi coba digalang kerjasama dengan Kementerian Pariwisata.
Lalu, Wisata Tempat-tempat Bersejarah Islam. Seperti halnya Wisata Kuliner Halal, program ini mengupayakan kerjasama dengan berbagai lembaga pemerintah/swasta untuk menekan cost. Selain itu, ada program Seni-Budaya Islam (musik, tari, arsitektur, puisi, sastra, dsb), serta film-film dengan tema keislaman (dari Mesir, Iran, Indonesia, dsb). Ini masih bisa ditambah dengan program Profil Tokoh-tokoh ternama Dunia Islam (dan Muhammadiyah), Program Olahraga, dan lain-lain.
Sebenarnya tidak ada pembagian yang terlalu kaku antara program yang bersifat informatif, edukatif, dan hiburan. Bisa jadi program yang bersifat edukatif juga bisa disajikan dengan cara menghibur, dan sebagainya.
Ada program-program tertentu yang memang murni idealisme, dan berdasarkan pengalaman biasanya tidak terlalu banyak bisa menarik iklan. Misalnya, program-program dakwah PP Muhammadiyah. Program ini terlalu segmented, tetapi memang dianggap penting bagi kalangan internal jamaah Muhammadiyah.
Tetapi, ada program-program lain yang berpotensi menarik iklan atau menjaring kerjasama. Misalnya, wisata kuliner halal, wisata tempat bersejarah Islam, konsultasi ekonomi syariah, dan sebagainya. Di sini berarti akan ada subsidi silang, antara “program idealis” dan “program komersial.”
Perkiraan Anggaran Biaya
Di sini tidak disertakan angka spesifik untuk melaksanakan semua program tersebut. Hal ini karena banyak hal yang belum diketahui. Perlu kajian tersendiri, dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
Pertama, jika TVMu ini adalah siaran TV biasa, yang bisa diakses pemirsa secara gratis (bukan TV berbayar), maka perlu dilihat seberapa luas jangkauan siarannya. Jangkauan siaran berhubungan dengan kekuatan alat pemancar, perizinan, dan lain-lain. Berapa durasi siarannya per hari, apakah 24 jam/hari, atau 12 jam/hari, dan sebagainya. Ini akan berkaitan dengan jumlah konten yang harus disediakan/disuplai dan dukungan peralatan.
Kedua, strategi pengadaan konten yang dipilih, apakah sebagian besar akan dibeli saja oleh TVMu (dari Production House, misalnya) atau diciptakan sendiri. Jika menciptakan sendiri, TVMu bisa menghemat cost pembelian, tapi harus merekrut SDM lebih banyak. Jika TVMu tidak mau repot menyediakan SDM, dan memilih mengandalkan penyedia/pensuplai konten dari luar, maka dukungan pembiayaan harus siap.
Ketiga, berapa jumlah crew/SDM yang harus direkrut untuk program ini (reporter, camera person, editor, host, producer, executive producer, researcher, pembuat grafis, sales-marketing, finance, HRD/personalia, bagian teknis siaran, production assistant, dan lain-lain).
Keempat, perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi, dan broadcasting sangat pesat. Perlu diriset dulu harga terkini peralatan yang dibutuhkan: kamera dengan asesorisnya, alat edit, komputer meja, arsip/dokumentasi digital, dan lain-lain.
Demikianlah sekadar pemaparan singkat tentang program-program TV, yang diusulkan untuk TVMu nantinya. Usulan ini memang masih sangat kasar sifatnya, dan baru bersifat pendahuluan. Namun, prinsip-prinsip yang harus disepakati, sebelum bisa melangkah ke konkretisasi, sudah cukup jelas. ***
Artikel ini ditulis oleh: